Gaya Hidup

Cabaret Show dan Stigma Gender dalam “Raminten Universe”

INDOPOSCO.ID – Film dokumenter “Raminten Universe: Life is a Cabaret” menghadirkan potret cabaret show ala Yogyakarta yang dirintis oleh almarhum Kanjeng Hamzah Sulaiman, sosok di balik karakter Raminten.

Lebih dari sekadar pertunjukan hiburan, film ini menyoroti bagaimana cabaret jadi ruang aman dalam menghapus sekat sosial, memberdayakan komunitas terpinggirkan, sekaligus merayakan keberagaman Indonesia.

Hamzah yang juga memiliki gelar Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanaya Hamidjinindyo dari Keraton Yogyakarta itu tak hanya menghadirkan cabaret sebagai panggung ekspresi seni, tapi juga wadah pekerjaan, ruang kekeluargaan, dan solidaritas. Demikian dilansir Antara, Minggu (21/9/2025).

Dari panggung cabaret hingga bisnis Batik Hamzah, ia menciptakan ruang bagi banyak orang dengan latar belakang beragam mulai dari lulusan hukum, pekerja seni tata rias rambut, hingga alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Film ini memperlihatkan dinamika dunia cabaret show yang kerap diwarnai stigma.

Meski menonjolkan nilai inklusivitas dan ekspresi seni, para pegiat cabaret masih berhadapan dengan stereotip masyarakat, terutama terkait isu LGBTQ.

Tidak sedikit yang masih menilai negatif pertunjukan ini, bahkan bagi mereka yang belum pernah menontonnya secara langsung.

Isu crossdresser dan drag queen juga mendapat ruang dalam dokumenter ini.

Crossdresser, yang kerap dipahami keliru, dijelaskan sebagai individu yang mengekspresikan diri dengan pakaian atau penampilan berbeda dari gender lahirnya.

Tindakan ini tidak selalu terkait orientasi seksual, melainkan bisa berupa ekspresi diri, seni pertunjukan, atau kenyamanan personal.

Melalui cabaret, konsep ini tampil sebagai bagian dari harmoni antara modernitas dan tradisi, menegaskan bahwa seni bisa melampaui batas identitas gender.

Dengan sentuhan narasi penuh empati, “Raminten Universe” berupaya mengingatkan bahwa inklusivitas bukan sekadar wacana.

Inklusivitas adalah tindakan nyata yang diwujudkan setiap hari, baik melalui panggung cabaret maupun interaksi keseharian.

Pesan itu sejalan dengan warisan Kanjeng Hamzah yaitu keberanian untuk mencintai tanpa membedakan.

Sebagai tontonan, dokumenter ini lebih dari sekadar catatan perjalanan seorang tokoh.

Ia menjadi refleksi sosial tentang bagaimana seni bisa mempersatukan perbedaan di tengah stigma dan diskriminasi.

“Raminten Universe: Life is a Cabaret” pada akhirnya menegaskan bahwa empati dan penerimaan tanpa syarat adalah fondasi keberagaman Indonesia yang sesungguhnya.

Melalui “Raminten Universe,” masyarakat diajak belajar bahwa kesuksesan bisa diraih tanpa mengorbankan orang lain.

Tidak hanya itu, Raminten juga turut mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang punya dampak besar bagi banyak orang. (wib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button