Gaya Hidup

Waspada Cacingan, Ahli UMY Beberkan Bahaya dan Cara Pencegahannya pada Anak

INDOPOSCO.ID – Kasus meninggalnya seorang anak berusia empat tahun di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, akibat dugaan infeksi cacing kembali membuka mata publik bahwa penyakit ini masih menjadi ancaman nyata di Indonesia.

Ahli parasitologi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dr. Farindira Vesti Rahmasari, menegaskan masalah cacingan bukanlah perkara sepele, melainkan salah satu problem kesehatan tropis yang terus membayangi masyarakat.

Menurutnya, infeksi cacing dapat terjadi ketika telur atau larva masuk ke tubuh manusia melalui makanan, minuman, maupun tanah yang sudah terkontaminasi. Jika hal tersebut berlangsung lama tanpa adanya pengobatan, maka jumlah cacing dalam tubuh akan terus bertambah bahkan dapat mengganggu fungsi organ vital.

Lebih jauh, dr. Farindira menilai kebiasaan anak-anak dalam aktivitas sehari-hari sering kali menjadi pintu masuk penularan.

“Kasus ini kemungkinan besar dipicu oleh kebiasaan anak bermain di tanah kotor, kurangnya kebiasaan mencuci tangan, dan lingkungan yang tidak higienis,” jelasnya, dikutip dari situs resmi Muhammadiyah, Sabtu (23/8/2025).

“Penularan dapat terjadi melalui kotoran manusia yang mengandung telur cacing, kemudian masuk lewat makanan, minuman, atau tangan yang kotor. Infeksi berulang tanpa penanganan dapat menimbulkan hiperinfeksi, sehingga jumlah cacing di usus sangat banyak,” sambungnya.

Jenis cacing yang paling sering menyerang anak-anak, menurutnya, antara lain cacing gelang (Ascaris Lumbricoides), kemudian cacing tambang, dan cacing cambuk. Jika jumlahnya semakin banyak, dampaknya bisa sangat serius. Anak berisiko mengalami malnutrisi, sumbatan usus, hingga komplikasi fatal.

“Infeksi berat bisa memicu komplikasi serius seperti sumbatan usus dan peritonitis. Inilah yang diduga menjadi penyebab kematian anak di Sukabumi tersebut. Gejala awal cacingan kerap tak disadari orang tua. Biasanya anak mengalami perut buncit, nafsu makan menurun, berat badan sulit naik, serta keluhan seperti sakit perut dan mual tanpa sebab yang jelas,” ujar dr. Farindira.

Yang mengejutkan, infeksi cacing tidak hanya menyerang saluran pencernaan. Migrasi larva juga dapat memunculkan gejala pada saluran pernapasan. Bahkan, pada kasus berat, cacing bahkan bisa keluar melalui muntahan, kotoran, hidung, atau telinga anak. Oleh karena itu, dr. Farindira menekankan pentingnya tindakan pencegahan yang konsisten.

“Pencegahan jauh lebih penting. Obat cacing sudah menjadi program pemerintah, namun keberhasilannya tergantung pada kesadaran orang tua. Selain itu, kebersihan makanan, munuman, dan kebiasaan mencuci tangan anak juga harus dijaga,” tegasnya.

dr. Farindira menambahkan upaya ini tidak bisa berdiri sendiri, melainkan perlu dilakukan secara kolektif. Lingkungan yang bersih, sanitasi yang baik, serta akses terhadap air bersih merupakan kunci dalam memutus rantai penularan. Bahkan, menurutnya keterlibatan keluarga, sekolah, hingga komunitas adalah faktor penting.

“Pengobatan saja tidaklah cukup. Jika lingkungan tetap kotor, sumber penularan akan terus ada. Masalah ini masih menjadi masalah kesehatan tropis di Indonesia, tapi sebenarnya bisa dicegah dengan langkah-langkah yang sederhana,” tutupnya.

Pesan dr. Farindira menegaskan, perang melawan cacing bukanlah perang yang rumit-cukup dengan langkah sederhana, disiplin, dan kebersamaan, nyawa generasi penerus bangsa bisa diselamatkan. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button