Ekonomi

PHE Paparkan Inisiatif Strategis Pengembangan CCS/CCUS di Forum Asia Pacific CCUS Conference 2025

INDOPOSCO.ID – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) memiliki tanggung jawab untuk turut serta mengurangi emisi karbon guna mendukung komitmen pemerintah Indonesia mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 melalui inisiatif program dekarbonisasi dan pengembangan bisnis ramah lingkungan (green business).

Implementasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) yang saat ini sedang dikembangkan oleh PHE di Indonesia merupakan bagian dari Strategic Initiatives Pertamina Group dalam mendukung NZE 2060.

“CCS dan CCUS adalah salah satu solusi potensial untuk mengurangi emisi karbon,” kata Direktur Investasi dan Pengembangan Bisnis PHE, Dannif Utojo Danusaputro, dalam forum diskusi Asia Pacific CCUS Conference & Exhibition 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia, 26-27 Agustus 2025.

Menurutnya, dengan pengalaman yang dimiliki PHE di bisnis hulu migas relevan untuk pengembangan bisnis CCS dan CCUS di Indonesia. Sebagai bisnis baru yang ramah lingkungan, kata Dannif, Pertamina Group melalui PHE mampu mengembangkan klaster bisnis CCS/CCUS dengan kapasitas End to end process (E2E) sekitar 60 metrik ton per tahun (MTPA).

Dannif menuturkan, PHE Group memiliki potensi kapasitas penyimpanan emisi karbon di saline aquifer dan depleted oil/gas field sebesar 7,3 Giga Ton (GT) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. “PHE akan membangun 2 CCS Hub dan beberapa CCS satelit yang akan melayani emitters domestik dan internasional. Kami perlu berkolaborasi dengan strategic partners untuk membangun CCS Hub dan satelit,” ujar Dannif.

Saat ini PHE sedang mengembangkan satu CCS Hub di wilayah Indonesia bagian barat yakni Asri Basin dengan potensi kapasitas penyimpanan sekitar 1,1 GT. Sementara untuk wilayah Indonesia timur, PHE berencana membangun CCS Hub di Central Sulawesi Basin dengan potensi kapasitas penyimpanan sekitar 1,9 GT.

PHE juga akan membangun CCS/CCUS Satelite di tiga lokasi, yakni di South Sumatera Basin, CO2 EOR Sukowati, dan East Kalimantan. Selain CCS Hub dan CCS Satelite, PHE akan melakukan studi pengembangan CCS di empat lokasi berbeda, yaitu di Central Sumatera Basin, South Sumatera Basin (saline aquifer), East Java Basin, dan Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB).

Lebih lanjut Dannif menuturkan, dukungan dari pemerintah diperlukan untuk mendukung kelangsungan jangka panjang industri CCS di Indonesia dan Kawasan Asia Pasifik.

“Industri penghasil emisi di dalam negeri maupun internasional merupakan pasar yang potensial untuk pengembangan ekosistem bisnis CCS di Indonesia dan Asia Pasifik,” jelas Dannif.

Ada lima dukungan dari pemerintah yang dibutuhkan oleh industri CCS agar bisa berkembang. Pertama, dukungan pendanaan untuk modal proyek yang bisa dilakukan dengan mendirikan lembaga nasional khusus yang mendanai infrastruktur CCS seperti yang sudah diterapkan di Inggris dengan mendirikan CCS Infrastructure Fund (CIF).

Kedua, dukungan pemerintah untuk mekanisme penetapan harga karbon dengan memperluas harga karbon di luar pembangkit listrik batu bara seperti yang sudah diterapkan oleh Emission Trading System (ETS) di Inggris.

“Dukungan ini diperlukan untuk mendorong investasi CCS dengan jangkauan lebih luas,” ungkap Dannif.

Dukungan ketiga, membentuk dana penelitian dan pengembangan (litbang) CCS yang terarah untuk mempercepat adopsi teknologi di bidang-bidang utama. Dukungan dana litbang ini sudah dilakukan oleh Departemen Energi AS dengan mengalokasikan sekitar USD 3 Miliar untuk proyek percontohan CCS di negara tersebut.

Keempat, dukungan penerapan standar teknis dan keselamatan CCS yang jelas dan terperinci untuk memastikan pelaksanaan proyek yang efektif.

“Sebagai contoh yang dilakukan oleh pemerintah Inggris dengan menerapkan standar teknis CCS komprehensif di seluruh rantai,” ujar Dannif.

Kelima, dukungan tata kelola bisnis CCS lintas batas. Hal ini sudah dijalankan di Norwegia dengan membuat pedoman perdagangan karbon lintas batas.

PHE akan terus berinvestasi dalam pengelolaan operasi dan bisnis hulu migas sesuai prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). PHE juga senantiasa berkomitmen Zero Tolerance on Bribery dengan memastikan pencegahan atas fraud dilakukan dan memastikan perusahaan bersih dari penyuapan. Salah satunya dengan implementasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang telah terstandardisasi ISO 37001:2016. (srv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button