Hilirisasi Gambir, Jalan Baru UMKM Sumbar Menuju Pasar Global

INDOPOSCO.ID – Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mendorong percepatan hilirisasi komoditas gambir di Sumatera Barat (Sumbar) melalui pemanfaatan teknologi modern untuk produksi.
Deputi Bidang Usaha Kecil Kementerian UMKM, Temmy Satya Permana mengatakan, saat ini petani gambir masih berada pada posisi tawar yang lemah karena tata niaga yang masih tradisional dan bergantung pada pasar India sebagai pembeli utama.
“Karena itu, hilirisasi sangat penting agar gambir tidak hanya menjadi komoditas dagang, tetapi juga komoditas industri bernilai tinggi,” kata Temmy saat membuka Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Pemanfaatan Teknologi Produksi untuk Mendukung Hilirisasi Komoditas Gambir Bagi Usaha Kecil” di Kota Padang secara daring, Selasa (26/8/2025).
Indonesia saat ini menguasai sekitar 80 persen pangsa pasar gambir dunia dengan pertumbuhan ekspor rata-rata 16,16 persen per tahun pada periode 2019–2023. Meski demikian, sebagian besar produk gambir masih dijual dalam bentuk mentah sehingga nilai tambah rendah dan harga kerap berfluktuasi.
Sebagai provinsi penghasil gambir terbesar di Indonesia, Sumbar dinilai memiliki potensi besar untuk pengembangan produk hilir. Upaya ini memerlukan dukungan lintas pemangku kepentingan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi petani, hingga pengusaha.
Sebelumnya, pada Oktober 2024, Kementerian UMKM bersama pemerintah daerah dan kementerian terkait telah melakukan FGD untuk menyepakati rencana aksi hilirisasi gambir.
Temmy menjelaskan, pasar produk hilir saat ini masih menghadapi kendala di antaranya keterbatasan informasi spesifik yang dibutuhkan dalam rantai nilai. Karena itu, ke depan perlu dikembangkan akses pasar yang lebih luas tidak hanya bertumpu pada pasar luar negeri, tetapi juga menyasar pasar domestik.
“Ke depan penting untuk memetakan klaster industri dalam negeri yang membutuhkan produk hilir gambir serta menyusun skema kebijakan untuk intervensi pasar produk hilir,” jelasnya.
Ia menyebut kebijakan hilirisasi merupakan salah satu program prioritas RPJMN 2024–2029. Hilirisasi tidak hanya diterapkan pada sektor mineral, tetapi juga pada pertanian dan perkebunan, sehingga membuka peluang besar bagi keterlibatan UMKM, khususnya usaha skala kecil.
Namun demikian terdapat tantangan besar di lapangan, yakni keterbatasan teknologi, peralatan, sumber daya manusia (SDM), dan rantai nilai pasar.
“Data dari Sistem Informasi Data Tunggal (SIDT) Kementerian UMKM mencatat, sebanyak 16 juta lebih UMKM atau 93,95 persen masih berproduksi dengan cara tradisional. Akibatnya, produktivitas mereka 20–30 persen lebih rendah dibandingkan industri skala menengah maupun besar,” tutur Temmy.
Sebagai solusi, Kementerian UMKM telah mengembangkan model Rumah Produksi Bersama (RPB) di 16 provinsi/kabupaten. RPB ini berfungsi mengolah bahan mentah komoditas unggulan daerah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi.
“Model ini juga sedang kami kembangkan dengan melibatkan kontribusi dari swasta/industri melalui pola business to business,” tandasnya.
Selain hilirisasi, lanjut Temmy, digitalisasi juga menjadi fokus penting dalam mendukung produktivitas UMKM.
“Digitalisasi bukan sekadar pemasaran daring, tetapi juga mencakup pencatatan produksi, manajemen rantai pasok, hingga traceability produk sesuai standar global,” tambahnya.
Kementerian UMKM berharap forum ini dapat menghasilkan langkah konkret dalam percepatan hilirisasi gambir melalui dukungan teknologi produksi, penguatan rantai nilai pasar domestik dan ekspor, serta sinergi lintas pemangku kepentingan. (her)