Toko Online Dipajaki, Legislator DPR: Negara Harusnya Lindungi, Bukan Jadi Pemalak

INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam mengkritik rencana pemerintah yang akan memajaki transaksi para penjual di toko online (marketplace) seperti Tokopedia, Shopee, termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) daring.
Menururtnya, tugas negara adalah melindungi rakyatnya. “Negara seharusnya jadi pelindung, bukan pemalak yang memanfaatkan keadaan,” kata Mufti Anam dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (29/6/2025).
Menurut Mufti, rencana ini menunjukkan ketidakpekaan terhadap kondisi masyarakat yang babak belur di tengah ketidakpastian ekonomi nasional maupun global.
“Rakyat sedang berdarah-darah, terutama pelaku UMKM yang berjualan secara online maupun offline. Persaingan usaha tidak sehat, daya beli menurun, ekonomi global juga belum pulih. Dalam situasi seperti ini, bukannya diberi napas, malah ditambah beban rakyat dengan pajak lagi,” kata Mufti.
Mufti bertanya-tanya apa maksud penjual online dipajaki. Pasalnya, pelaku UMKM yang berjualan online sudah menghadapi banyak potongan, termasuk potongan komisi dari penyedia platform. “Mereka dipotong komisi oleh marketplace, bayar biaya iklan agar produknya muncul di pencarian, dipotong ongkir, diskon promo, dan biaya-biaya tersembunyi lainnya,” sambung Mufti.
Mufti pun menilai, kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya keberpihakan negara terhadap UMKM dan penguatan ekonomi rakyat.
Ia mengingatkan para menteri kabinet, khususnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, agar kebijakan fiskal yang diambil tidak bertentangan dengan semangat Presiden.
“Pak Prabowo selalu menekankan soal keberpihakan pada wong cilik, pada ekonomi rakyat. Tapi kebijakan Kemenkeu ini justru menusuk dari belakang semangat itu,” ujar Mufti.
Mufti lantas menyoroti banyaknya pelaku usaha, baik online maupun offline yang gulung tikar akibat tekanan ekonomi dan potongan biaya platform marketplace yang sudah sangat besar.
Menurutnya, pemerintah harus introspeksi, apakah selama ini negara sudah memberikan dukungan memadai kepada UMKM atau belum.
Mufti pun mendesak agar kebijakan pajak dalam transaksi jual beli di marketplace ini dikaji secara hati-hati dan menyeluruh, bukan hanya dari perspektif penerimaan negara.
Ia menilai, pengenaan pajak semestinya tidak diterapkan secara terburu-buru, terutama jika belum disiapkan instrumen pendukung yang memadai, baik dari sisi regulasi, sistem, maupun sosialisasi kepada para pelaku usaha.
“Kami minta ini dihentikan sementara, dikaji ulang secara komprehensif, dan melibatkan pelaku UMKM secara langsung,” pinta Mufti.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Rosmauli angkat bicara soal rencana pemerintah yang bakal mengenakan pajak untuk toko online atau marketplace. Pajak penghasilan (Pph) merujuk pada Pph pasal 22.
Dia mengatakan, pada dasarnya kebijakan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
“UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak. Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Rosmauli kepada wartawan, Jakarta, Kamis (26/6/2025). (dil)