Kasus Kredit Macet Nasional Naik, KPR Paling Memprihatinkan

INDOPOSCO.ID – Kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) secara nasional telah naik dari 2,08 persen pada akhir 2024 menjadi 2,24 persen per April 2025. Dan segmen kredit UMKM (usaha mikro kecil dan menengah), yang menyerap hampir seluruh lapangan kerja non-formal Indonesia, menunjukkan NPL stagnan tinggi sekitar 4 persen selama setahun terakhir.
“Per Maret 2025, NPL UMKM mencapai 4,14 persen, tertinggi pada segmen menengah yang mencapai 5,19 persen,” ungkap Ekonom Achmad Nur Hidayat melalui gawai, Selasa (10/6/2025).
Angka ini, menurutnya, mengindikasikan betapa rentannya pelaku usaha produktif skala kecil-menengah terhadap perubahan makroekonomi yang mereka tidak bisa kendalikan. Di sisi lain, kredit rumah tangga yang selama ini dianggap stabil mulai terguncang.
“NPL rumah tangga meningkat dari 1,99 persen menjadi 2,33 persen dalam setahun,” bebernya.
Dia menegaskan, yang paling mengkhawatirkan, NPL Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melonjak menjadi 3,07 persen. Ini bukan sekadar angka, namun tanda bahwa masyarakat kelas menengah mulai kesulitan menjaga kepemilikan aset paling mendasarnya.
“Ketika rumah pun terancam karena cicilan yang tak terbayar, maka ekonomi rakyat benar-benar sedang berada di ambang krisis martabat,” jelasnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, saat ini ekonomi Indonesia sedang mengalami tekanan dari dua sisi sekaligus, yakni dari sisi produksi dan dari sisi konsumsi. Dari sisi produksi, menurutnya, banyak sektor usaha khususnya UMKM dan industri padat karya mengalami penurunan permintaan.
“Pasar lesu, permintaan ekspor terbatas, dan persaingan dari produk luar negeri meningkat tajam, tanpa proteksi berarti,” katanya.
“Usaha menengah pun terpukul keras, karena tidak mendapat insentif fiskal sebaik perusahaan besar,” sambungnya.
Dari sisi konsumsi, masih ujar dia, rumah tangga menghadapi inflasi kebutuhan pokok. Kenaikan biaya pendidikan dan transportasi, namun pendapatan stagnan. Sementara itu, ketidakpastian kerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau kontrak yang tidak diperpanjang membuat masyarakat tidak berani berutang lebih jauh.
“Sebagian besar masyarakat bahkan harus menggunakan tabungan untuk bertahan, dan ketika tabungan habis, utang pun menumpuk,” katanya. (nas)