Utang Negara Belum Berdampak pada Kesejahteraan Rakyat

INDOPOSCO.ID – Pemerintah masih harus berutang untuk membiayai program yang sudah tertuang dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun nampaknya, pinjaman dana itu dirasa belum berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat.
Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengatakan, pemerintah akan terus melakukan pinjaman jika masih mengandalkan system fiscal ekspansif. Sebab selama ini, belanja Negara selalu lebih besar dibandingkan dengan pendapatan.
“Selama masih menganut sistem fiskal ekspansif, nampaknya belanja negara akan selalu lebih besar dibandingkan penerimaan. Akibatnya utang akan terus dilakukan,” katanya saat dihubungi, Minggu (21/11/2021).
Baca Juga : Pengamat: Hati-hati Utang Bisa Membuat Negara Bangkrut
Menurutnya, pemerintah harus lebih hati-hati dalam mengelola utang. Mengingat di masa pandemi ini, belanja negara membengkak dan ada pelonggaran defisit anggaran. Jika tidak dikelola dengan benar, defisit anggaran akan membengkak dan utang semakin menumpuk.
“Namun memang yang harus dilihat dari utang ini adalah pengelolaan serta pemanfaatannya seperti apa bagi masyarakat,” ujarnya.
Jika melihat penggunaan utang sebelum pandemic, lanjut dia, ternyata dana itu lebih banyak diperuntukan membayar bunga utang dan pokok utang yang telah jatuh tempo. Sudah seperti gali lubang tutup lubang.
Baca Juga : Pembiayaan Utang Turun 20,5 Persen karena Penggunaan SAL
“Jika kita tidak melihat di masa pandemi (artinya sebelum tahun 2020), utang kita ternyata banyak diperuntukkan untuk membayar bunga utang dan utang yang sudah jatuh tempo. Peningkatan porsi pembayaran bunga utang dan utang semakin meningkat,” terangnya.
Jika dilihat pada kenyataan, pinjaman utang sebelum pandemi tidak berdampak pada peningkatan kualitas hidup atau kesejahteraan masyarakat. Hal ini perlu dievaluasi lagi oleh pemerintah. Jangan sampai Negara berutang banyak, tapi tidak memiliki dampak signifikan bagi rakyat.
“Maka bisa dikatakan sebelum pandemi, utang yang dilakukan tidak menyebabkan dampak positif ke kesejahteraan,” tegasnya.
Bahkan pada tahun 2020, dana utang banyak diperuntukan untuk insfratuktur dan pertahanan nasional. Porsi anggaran untuk kesehatan lantaran pandemic, justru lebih kecil. Padahal, kebutuhan kesehatan lebih utama karena kasus penularan Covid-19 masih bergentayangan.
“Di tahun 2020 ini utang kita banyak disalurkan ke anggaran pertahanan nasional dan (masih) infrastruktur. Ada sebagian besar untuk kesehatan namun nampaknya memang pemerintah memberikan prioritas ke pertahanan dan infrastruktur. Padahal ya harusnya ke kesehatan dan penanganan pandemi serta pemulihan ekonomi,” jelasnya.
Untuk menekan pendapatan, Nailul berpendapat pemasukan Negara hanya bisa bergantung dari pajak. Sehingga stimulus terhadap perusahaan, tarif pajak penghasilan (PPh) harus dibayar penuh tidak lagi ada diskon.
“Nah sekarang perusahaan diberikan stimulus terus. Tarif PPh badan di diskon, kemudian ada tax amnesty jilid II, mana bisa negara meng-gain pendapatan? Harusnya dari pengeplang pajak kita kejar trus. Jangan dikasih pengampunan lagi,” tuturnya. (son)