INDOPOSCO.ID – Anggota Generasi Muda Partai Golkar, Adheri Zulfikri Sitompul, mengatakan pengangkatan Ahmad Doli Kurnia Tanjung sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golongan Karya (Golkar) Sumatera Utara (Sumut) sepenuhnya merupakan kewenangan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Ia menilai tuduhan adanya intervensi pihak eksternal, termasuk Gubernur Sumut Bobby Nasution, tidak memiliki dasar hukum maupun logika politik.
“Pengangkatan Plt Ketua DPD I Golkar Sumut sepenuhnya merupakan kewenangan DPP Partai Golkar. Tidak ada ruang intervensi pihak luar, termasuk kepala daerah,” tegas Adheri, kepada INDOPOSCO, Jumat (26/12/2025).
Adheri yang juga Wakil Ketua Umum I DPP Gerakan Advokasi dan Hukum Kosgoro 1957 ini, menyatakan Golkar adalah partai modern dengan sistem komando yang jelas, bukan partai personalistik.
“Golkar memiliki mekanisme internal yang tegas. Gubernur Sumut tidak memiliki kedudukan struktural maupun yuridis dalam pengambilan keputusan internal partai,” ujarnya.
Menurut Adheri, apabila benar terjadi intervensi gubernur, maka hal tersebut justru mudah dibuktikan. Namun hingga kini, isu tersebut hanya berupa narasi tanpa bukti konkret.
“Tuduhan ini lemah secara logika dan hukum. Faktanya tidak ada, hanya isu yang dibangun untuk kepentingan tertentu,” katanya.
Bukan Titipan
Adheri juga membantah anggapan Ahmad Doli Kurnia Tanjung merupakan figur titipan dalam penunjukan Plt Ketua DPD I Golkar Sumut. Ia menegaskan, Doli adalah kader senior Golkar yang memiliki posisi strategis di tingkat pusat.
“Ahmad Doli Kurnia Tanjung adalah Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar dan figur ideologis partai. Ia bukan representasi kepentingan personal siapa pun,” tegasnya.
Ia menjelaskan, penunjukan figur nasional yang relatif netral justru merupakan pola lama yang kerap dilakukan DPP Golkar untuk meredam konflik internal di daerah.
“Logika politiknya sederhana. Jika ingin memecah, justru figur lokal yang ditunjuk. Penugasan tokoh pusat adalah upaya pendinginan konflik, dan ini sudah menjadi tradisi Golkar sejak dulu,” jelas Adheri yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Al Washliyah (PP Isarah) ini.
Konflik Internal
Adheri menilai framing yang menyebut Bobby Nasution sebagai pihak yang memecah Golkar Sumut merupakan kesesatan logika.
Menurutnya, konflik di tubuh Golkar Sumut telah berlangsung lama, jauh sebelum Bobby menjabat sebagai gubernur.
“Yang memecah Golkar bukan figur eksternal, melainkan konflik internal yang belum terselesaikan,” tuturnya.
Adheri menyebut konflik tersebut dipicu oleh sejumlah persoalan klasik, seperti dualisme loyalitas, pertarungan elit lama dan elit baru, serta resistensi terhadap proses regenerasi.
“Semua itu adalah masalah internal Golkar Sumut, bukan akibat intervensi pihak luar,” tambahnya.
Transisi
Lebih lanjut, Adheri menegaskan keberadaan Plt Ketua bukanlah alat kudeta, melainkan mekanisme transisi organisasi.
“Plt bukan pengganti permanen dan tidak memiliki kewenangan strategis jangka panjang. Tugasnya konsolidasi, menetralkan konflik, dan menyiapkan musyawarah daerah (Musda) yang sah serta demokratis,” ujarnya.
Ia pun mempertanyakan pihak-pihak yang diuntungkan dari framing seolah Golkar Sumut diintervensi gubernur.
“Narasi ini biasanya muncul dari kelompok yang kehilangan kontrol, takut Musda terbuka, dan tidak siap berkompetisi secara sehat,” ungkap Adheri yang jug pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI).
Adheri mengajak seluruh kader Golkar untuk menghentikan narasi konspiratif dan kembali fokus pada konsolidasi internal.
“Golkar tidak diatur oleh gubernur, tidak dititipi oleh siapa pun, dan tidak bisa dipecah oleh pihak luar. Jika ingin solid, fokuslah pada konsolidasi dan Musda yang demokratis,” pungkasnya.(rmn)










