INDOPOSCO.ID – Di tengah peta energi dunia yang semakin bergejolak, Indonesia dituntut untuk berdiri di atas kekuatan produksinya sendiri agar tidak terseret arus ketidakpastian global.
Tenaga Ahli Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Muhammad Kemal, menegaskan optimalisasi lifting minyak dan gas bumi nasional kini bukan sekadar target teknis, melainkan strategi utama untuk menjaga pasokan energi, menekan ketergantungan impor, serta menopang penerimaan negara dalam jangka menengah.
Menurutnya, perubahan dinamika global memperlihatkan bahwa isu keberlanjutan energi mulai bergeser. Negara-negara kini lebih memprioritaskan keamanan pasokan dan keterjangkauan harga energi di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi dunia.
“Risiko underinvestment di sektor migas berpotensi memicu ketidakseimbangan pasokan dan tekanan harga energi, sehingga penguatan produksi domestik menjadi langkah krusial agar Indonesia tidak terlalu rentan terhadap gejolak eksternal,” ujar Kemal dalam EITS Discussion Series VII 2025 bertajuk “Pemantik Bisnis Sektor ESDM 2026, dari Hilirisasi Hingga Transisi” di Jakarta, Senin (15/12/2025).
Ia mengungkapkan, hingga November 2025 kinerja produksi hulu minyak dan gas bumi nasional masih relatif terjaga. Data SKK Migas mencatat penurunan produksi setara minyak nasional hanya sekitar 0,1 persen secara tahunan, sebuah capaian yang dinilai cukup solid di tengah tantangan global.
Stabilitas tersebut tidak datang dengan sendirinya. Kemal menyebut, peningkatan aktivitas eksplorasi dan pengembangan menjadi penopang utama, termasuk lonjakan investasi eksplorasi sekitar 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tambahan produksi juga berasal dari sumur-sumur baru hasil plan of development yang mulai beroperasi.
Lebih jauh, Kemal menekankan pentingnya menjaga reserve replacement ratio atau rasio penggantian cadangan di atas 100 persen sebagai fondasi keberlanjutan produksi jangka panjang. Sejak 2018, kata dia, capaian nasional secara konsisten melampaui target, terutama berkat persetujuan plan of development strategis serta percepatan proyek hulu minyak dan gas bumi.
“Kepastian regulasi, fiskal yang kompetitif, serta percepatan perizinan menjadi faktor kunci agar proyek dapat on-stream sesuai jadwal,” ungkapnya.
Untuk tahun 2026, pemerintah memasang target ambisius namun terukur. Lifting minyak ditetapkan sebesar 610 ribu barel per hari, sementara lifting gas ditargetkan mencapai sekitar 5.500 juta kaki kubik per hari. Target tersebut akan ditopang oleh investasi hulu minyak dan gas bumi yang diproyeksikan melampaui 22 miliar dolar Amerika Serikat.
Kemal menegaskan, pencapaian sasaran tersebut tidak mungkin berjalan sendiri. Sinergi erat antara pemerintah, SKK Migas, dan kontraktor kontrak kerja sama menjadi kunci, mengingat sektor minyak dan gas bumi masih memegang peran strategis sebagai penyangga ketahanan energi nasional.
“Pencapaian target tersebut membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah, SKK Migas, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), mengingat migas masih memegang peran strategis sebagai penyangga ketahanan energi nasional sekaligus pendukung transisi energi yang realistis,” tegasnya.
Di tengah transisi menuju energi masa depan, pesan yang disampaikan jelas, selama dunia masih bergejolak, kekuatan produksi migas dalam negeri tetap menjadi jangkar utama bagi stabilitas energi dan ekonomi Indonesia. (her)








