INDOPOSCO.ID – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Jakarta akhirnya angkat bicara terkait konflik berkepanjangan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). PWNU menilai dua kubu yang bertikai hanya menjadikan Jakarta sebagai arena konflik dan membuat kegaduhan yang dapat mengganggu situasi kamtibmas di dalamnya.
Wakil Ketua PWNU Jakarta, sekaligus tokoh Betawi, KH Lutfi Hakim, menuturkan, PWNU Jakarta dan masyarakat Jakarta merasa terusik karena konflik elite PBNU berlangsung berlarut-larut dan berpusat di Jakarta.
Menurutnya, konflik tersebut tidak hanya merusak marwah organisasi, tetapi juga mengabaikan mekanisme dan kearifan struktural dan kultural NU. “Jakarta seolah hanya dijadikan panggung konflik. Dari mulai pemecatan Ketua Umum sampai penunjukan Penjabat Ketua Umum bertempat di Jakarta,” ujar Lutfi melalui keterangan resminya, Rabu (17/12/2025).
PWNU Jakarta memetakan konflik PBNU ke dalam dua kelompok besar. Pertama, Kelompok Sultan, yakni barisan pengurus yang berada di belakang KH Miftachul Akhyar. Sebutan “Sultan” merujuk pada pelaksanaan Rapat Pleno yang menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU, yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta.
Kedua, Kelompok Kramat, yaitu kelompok yang berada di belakang Ketua Umum PBNU sekaligus Mandataris Muktamar ke-34 NU, KH Yahya Cholil Staquf. Penamaan “Kramat” muncul karena rapat yang digelar kelompok ini berlangsung di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta yang semula disebut sebagai Rapat Pleno namun kemudian diklaim sebagai Rapat Koordinasi Penanganan Bencana NU.
“Kami (PWNU Jakarta) menilai konflik ini makin berkepanjangan karena mengabaikan keberadaan Musytasyar dan Masyaikh yang seharusnya menjadi rujukan utama dalam penyelesaian persoalan jamaah dan jam’iyyah NU,” ungkapnya.
Atas dasar itu, menurut dia, PWNU Jakarta secara tegas mendesak Tim AHWA Muktamar ke-34 NU di Lampung mencabut mandat Rais Aam atas diri KH. Miftahul Akhyar dan sekaligus juga mendorong agar segera digelar Muktamar Luar Biasa (MLB) sebagai jalan konstitusional untuk mengakhiri polemik.
Tak hanya mendesak, lanjut dia, PWNU Jakarta bahkan menyatakan kesiapan Jakarta menjadi tuan rumah MLB, jika hal tersebut disepakati oleh struktur NU secara nasional.
“MLB adalah jalan keluar yang paling bermartabat agar NU kembali pada khittah, pada musyawarah, dan pada penghormatan terhadap ulama. Dan Jakarta siap jadi tuan rumah MLB,” tegas Lutfi.
“Sikap kami (PWNU Jakarta) ini karena meningkatnya tekanan dari daerah terhadap elite PBNU, agar konflik internal segera disudahi secara terbuka, sah, dan sesuai dengan tradisi organisasi Nahdlatul Ulama,” imbuhnya. (nas)








