INDOPOSCO.ID – Wasekjen PB HMI, Alwi Hasbi Silalahi, menyoroti serius dugaan ketidakpatuhan PT Socfin Indonesia (Socfindo) dalam menjalankan kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM).
Hal ini merujuk pada amanat UU 39/2014 tentang Perkebunan, PP 26/2021, dan Permentan 18/2021, yang mewajibkan perusahaan perkebunan memberikan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat sekitar.
Menurut Hasbi, kewajiban tersebut bukan sekadar formalitas. FPKM harus mencakup pembangunan kebun rakyat bermitra, penyediaan sarana produksi seperti bibit dan pupuk, pendampingan teknis, hingga dukungan akses pembiayaan.
“Ini bukan soal pelatihan seremonial, tetapi tentang kesejahteraan petani sebagai bagian dari keadilan agraria,” ujarnya.
Namun, laporan kelompok tani dan hasil pemantauan sejumlah lembaga menunjukkan dugaan kuat bahwa kemitraan yang dijalankan Socfindo tidak memenuhi substansi regulasi. Program kemitraan yang dijalankan diduga hanya berhenti pada kegiatan pelatihan, tanpa pembangunan kebun dan tanpa kontribusi nyata terhadap peningkatan produktivitas maupun pendapatan petani.
Kelompok tani bahkan menyampaikan bahwa mereka hanya dijadikan “objek administrasi”. Petani diminta hadir untuk mendapatkan SK CPCL atau memenuhi syarat perpanjangan HGU, tanpa adanya pembangunan kebun kemitraan setara 20 persen sebagaimana semangat aturan.
“Petani tidak boleh hanya jadi stempel administratif. Mereka subjek pembangunan, bukan pelengkap dokumen,” tegas Hasbi.
Sejumlah temuan yang disampaikan petani antara lain: tidak adanya pemberian bibit atau pupuk, tidak ada kebun kemitraan bernilai ekonomi, pelatihan yang tidak berdampak, serta ketidakaktifan perusahaan dalam membantu petani mengakses Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Padahal perusahaan memegang data CPCL dan seharusnya menjadi fasilitator utama.
Menanggapi kondisi tersebut, Wasekjen PB HMI mendesak pemerintah melakukan audit kepatuhan secara menyeluruh terhadap pelaksanaan FPKM oleh Socfindo. Ia menegaskan bahwa PP 26/2021 menjadikan manfaat ekonomi sebagai indikator utama nilai kemitraan. Karena itu, perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) tidak boleh dilakukan bila kewajiban sosial perusahaan belum terpenuhi.
Hasbi juga meminta pemerintah menunda proses perpanjangan HGU Socfindo hingga hasil audit menunjukkan tingkat kepatuhan yang jelas. Bahkan, evaluasi ulang izin kelola perlu dilakukan bila ditemukan pelanggaran substansi terhadap amanat pembangunan kebun rakyat.
“Negara wajib hadir. Jika kewajiban tidak dipenuhi, perpanjangan HGU harus ditinjau ulang demi kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa kemitraan sejati harus menghadirkan peningkatan produktivitas, distribusi kesejahteraan yang lebih baik, akses permodalan, serta transfer pengetahuan. Tanpa itu, kemitraan hanya menjadi alat legitimasi HGU yang mengabaikan tanggung jawab sosial perusahaan.
PB HMI melalui Alwi Hasbi Silalahi juga menyerukan langsung kepada Presiden Republik Indonesia untuk memastikan adanya audit kepatuhan FPKM, mengawal proses perpanjangan HGU berbasis evaluasi kinerja sosial-ekonomi, serta menjamin investasi asing beroperasi dengan akuntabilitas.
“Investasi boleh berkembang, tapi tidak boleh mengorbankan hak rakyat. Tanah Indonesia harus memberi keuntungan bagi rakyat Indonesia,” tutup Hasbi. (dam)









