INDOPOSCO.ID – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menegaskan bahwa pihaknya bergerak cepat menindak dugaan pelanggaran serius di lembaga permasyarakatan (lapas) Enemawira, Sulawesi Utara.
Kepala lapas (kalapas) berinisial CS, yang dituduh memaksa narapidana memakan daging anjing, dipastikan telah dicopot dari jabatannya sejak empat hari setelah laporan pertama diterima.
“Sudah kami lepas dari jabatan. Pemeriksaan berjalan, dan sidang kode etik juga sedang berlangsung,” ujar Agus kepada wartawan Rabu (3/12/2025).
Agus menambahkan, hasil pemeriksaan awal menunjukkan dugaan pemaksaan itu terjadi dalam sebuah acara pesta.
“Mereka berdalih pesta ulang tahun. Tetap akan kami dalami. Intinya, praktik semacam ini tidak ada toleransi,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, menjelaskan bahwa CS mulai diperiksa oleh Kantor Wilayah Ditjenpas Sulawesi Utara pada 27 November 2025.
Pada hari yang sama, CS langsung dinonaktifkan, dan seorang pelaksana tugas ditunjuk untuk memimpin Lapas Enemawira.
Sehari kemudian, kata Rika, Ditjenpas mengeluarkan surat perintah pemeriksaan dan sidang kode etik, yang dilaksanakan oleh Tim Direktorat Kepatuhan Internal pada 2 Desember 2025 di Gedung Ditjenpas, Jakarta.
“Sanksi akan diberikan sesuai regulasi jika terbukti melakukan pelanggaran,” ucap Rika.
Kasus ini sebelumnya mencuat setelah anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, mengungkap dugaan pemaksaan makanan nonhalal tersebut.
Ia mengingatkan bahwa tindakan diskriminatif dan penodaan agama telah diatur jelas dalam Pasal 156, 156a, 335, hingga 351 KUHP, dengan ancaman pidana maksimum lima tahun.
Menurut Mafirion, tindakan CS tidak hanya melanggar KUHP, tetapi juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Memaksa seseorang melakukan hal yang bertentangan dengan keyakinannya adalah bentuk perendahan martabat manusia. Warga binaan pun memiliki hak yang wajib dilindungi negara,” kata dia.
Ia menambahkan bahwa kedudukan seorang kepala lapas tidak boleh menjadi alasan bertindak sewenang-wenang.
“Kita tidak bisa membiarkan praktik seperti ini terjadi. Tidak boleh ada toleransi terhadap penyalahgunaan wewenang,” pungkasnya. (fer)









