INDOPOSCO.ID – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Solihin mengatakan banjir yang melumpuhkan sedikitnya 16 kabupaten di Aceh memberikan satu pesan keras, bahwa alam tidak lagi mampu menahan beban kerusakan yang dipaksakan manusia.
“Bencana kali ini bukan hanya fenomena alamiah, melainkan bencana ekologis yang diproduksi oleh kebijakan pemerintah yang abai, permisif, dan memfasilitasi penghancuran ruang hidup masyarakat melalui investasi ekstraktif yang rakus ruang,” kritik Ahmad Solihin secara daring di Jakarta, Senin (1/12/2025).
Menurutnya, banjir berulang diakibatkan oleh penumpukan kerusakan lingkungan, seperti deforestasi, ekspansi perkebunan sawit, dan banyaknya terjadi penambangan liar.
“Banjir berulang ini sebagai hasil akumulasi dari deforestasi, ekspansi sawit, hingga Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dibiarkan merajalela,” ucap Ahmad Solihin.
Ia mengkritik pemerintah yang dianggap melakukan pembiaran terhadap kerusakan di hulu karena gagal menghentikannya. Pemerintah lebih condong pada perbaikan di hilir, seperti normalisasi sungai dan pembuatan tebing, yang sifatnya sementara.
“Pemerintah gagal menghentikan kerusakan di hulu dan terjadi pembiaran, justru terpaku pada solusi tambal sulam di hilir seperti pembuatan tebing sungai dan normalisasi sungai,” imbuh Ahmad Solihin.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperbarui jumlah korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan tanah longsor melanda wilayah Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat menjadi 442 orang. Data itu tercatat hingga Minggu (30/11/2025) malam.
Jumlah itu tersebar di tiga provinsi. Seperti Sumatera Utara tercatat 217 jiwa meninggal dunia. Sementara Provinsi Aceh, tercatat 96 jiwa meninggal dunia dan 75 jiwa hilang hingga sore kemarin. Sedangkan Sumatera Barat, tercatat 129 jiwa meninggal dunia, 118 hilang, dan 16 luka-luka. (dan)









