INDOPOSCO.ID – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan komitmen dalam menjaga muruah konstitusi di tengah dinamika legislasi.
Saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Jakarta, Rabu, (26/11/2025), ia menguraikan fenomena inkonsistensi legislasi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang belakangan mencuat, termasuk dinamika Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan UU Pemilu, yang dinilai belum sepenuhnya menyesuaikan putusan MK.
“Inkonsistensi tersebut berpotensi menimbulkan dampak serius bagi kepastian hukum, legitimasi MK, hingga kepercayaan publik terhadap sistem ketatanegaraan,” ujar Yusril, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Dengan demikian, dia menekankan perlunya legislative review alias tinjauan legislatif pascaputusan MK dan penguatan etika konstitusional di lingkungan legislatif.
Yusril menyampaikan dua pesan besar yang saling melengkapi. Pertama, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak boleh memperlakukan putusan MK sebagai pilihan yang bisa diabaikan.
Pasalnya, kata dia, putusan tersebut bersifat mengikat dan harus menjadi dasar perubahan aturan.
Pesan kedua, MK sebagai lembaga peradilan juga harus memahami batas kewenangannya. Ia menekankan judicial restraint atau pengekangan yudisial adalah bentuk kedewasaan lembaga yudisial dalam menjaga keseimbangan trias politica.
Menko pun mengajak mahasiswa melakukan refleksi moral mengenai makna negara hukum. Dia mempertanyakan bagaimana konstitusi dapat dihormati apabila putusan MK diabaikan oleh pembentuk UU.
“Kita tidak ingin prinsip negara hukum hanya menjadi slogan tanpa pengamalan nyata,” ujarnya.
Dirinya pun menekankan peran strategis generasi muda, terutama mahasiswa hukum sebagai calon praktisi hukum, legislator, hakim, dan birokrat masa depan.
Kampus, menurutnya, harus menjadi benteng nalar sehat dan idealisme yang melahirkan penjaga muruah konstitusi.
Yusril juga menyinggung capaian pascareformasi, termasuk kelahiran MK yang dinilainya telah banyak mengeluarkan putusan progresif. Dia berharap capaian tersebut tidak mundur akibat kepentingan politik sesaat.
Dia mengatakan konstitusi dan hukum bisa dijadikan sebagai panglima dalam kehidupan bernegara, di mana bukan kepentingan pribadi atau golongan yang didahulukan, melainkan kepentingan konstitusional bangsa.
“Inkonsistensi legislasi terhadap putusan MK bukan lah sekadar isu legal prosedural, melainkan cerminan kedewasaan demokrasi kita,” ucap Yusril. (ney)









