INDOPOSCO.ID – Upaya memperkuat posisi petani pangan dalam negeri terus ditegaskan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah memastikan pasokan pangan strategis bagi masyarakat harus bertumpu pada produksi nasional, bukan pada pintu impor yang kian rawan disalahgunakan.
Arah kebijakan itu kembali ditekankan Kepala Badan Pangan Nasional sekaligus Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, usai pemerintah menggagalkan praktik impor beras ilegal di Batam, Kepulauan Riau.
“Tadi malam ada laporan dari Batam melalui Lapor Pak Amran yang menyampaikan bahwasannya ada beras (dari luar Indonesia) yang sementara perjalanan sandar, sandarnya jam 11 malam, kemudian kami langsung konfirmasi. Kami komunikasi dengan seluruh aparat pemerintah setempat dan amankan beras 40 ton,” beber Amran dalam keterangannya, Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, nilai barang bukan isu utama, melainkan efek psikologis terhadap petani. “Jadi perlu kami sampaikan bukan nilai 40 tonnya, tetapi yang kita harus jaga adalah semangat petani kita untuk tanam. Jangan sampai petani kita ada 115 juta orang itu demotivasi. Sekarang ini motivasinya luar biasa untuk berproduksi di mana kebijakan yang dikeluarkan Bapak Presiden itu ada 19 regulasi, Perpres sampai Inpres untuk mempermudah petani kita,” sambungnya.
Pemerintah, lanjutnya, telah menyiapkan 19 regulasi untuk memperkuat peran petani sesuai arahan presiden.
Pentingnya menjaga sektor pertanian juga tercermin dalam laporan Hasil Survei Ekonomi Pertanian (SEP) 2024 dari BPS yang dirilis Maret 2025. Laporan itu menegaskan bahwa pertanian masih menjadi tulang punggung negara berkembang serta berkontribusi pada 66 persen pengurangan kemiskinan global. Di Indonesia, pendapatan bersih petani skala kecil mencapai 1.242,48 US$ PPP atau sekitar Rp 5,9 juta per tahun, tumbuh 12,90 persen dibanding hasil SITASI 2021.
Amran menegaskan bahwa stabilitas sektor ini harus dijaga bersama. “Nah ini kita jaga. Jadi dampaknya 1 liter, 10 ton dengan 1 juta ton itu sama, psikologinya kepada petani petani kita harus jaga. Itu 100 juta lebih orang ini, kita harus jaga bersama. Kemudian juga Bapak Presiden sudah sampaikan bahwasannya kita insya Allah swasembada tahun 2025 tidak impor lagi, jadi bukan lagi bahwa sesuai regulasi atau tidak sesuai regulasi, tetapi ada jauh lebih besar adalah kesejahteraan petani kita,” tegas Amran.
“Dan itu tanggung jawab kita semua menjaga kesejahteraan petani kita, karena kalau mereka demotivasi, bisa jadi produksi turun lagi, karena kalau mereka tidak percaya kita itu bisa berdampak besar terhadap negara. Sekali lagi ini kita harus jaga dan kalau Bapak Presiden sudah sampaikan, kita ikut. Mungkin ada langkah kami yang belum sempurna. Terima kasih masukannya,” lanjutnya.
Ia juga menjelaskan mengapa beras luar negeri tampak lebih murah. “Jadi begini, kenapa lebih murah? Karena Indonesia ada sebab akibat. Harganya Rp 5.700 sampai Rp 6.000 per kg berasnya. Tapi harga turun di negara lain, karena Indonesia tidak impor. Nah, harga mereka rendah karena pasarnya adalah Indonesia. Penduduk kita adalah nomor 4 terbesar dunia, 286 juta. Apakah kita mau jadi pasar?” bebernya.
Berdasarkan pembaruan FAO (Food and Agriculture Organization) Rice Price Update, harga beras global terus menurun, dengan The FAO All Rice Price Index (FARPI) Oktober 2025 berada di 98,4 poin, terendah sejak 2022.
“Bahwa Batam ini kan ada otonom. Free trade zone. Kami tahu, kami tahu itu regulasi. Tetapi ini sensitif karena masuk wilayah Republik Indonesia. Nah jadi ini untuk kepentingan kita bersama. Kepri juga kan, kita cetak sawah juga di sana. Jadi, semua daerah, mimpi kita adalah pulau-pulau di seluruh Indonesia, kita upayakan swasembada karbohidrat, pangan, dan protein,” tambahnya.
Dengan langkah-langkah pengamanan yang semakin tegas dan kebijakan yang semakin menyatu, pemerintah berharap kepercayaan petani tetap terjaga, sehingga produksi pangan nasional melaju tanpa keraguan. (her)









