INDOPOSCO.ID – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd.M, merilis hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2025 (PK-25) dalam acara Diseminasi Nasional Pemutakhiran PK-25 yang berlangsung di Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Menteri Wihaji menegaskan bahwa PK-25 merupakan fondasi utama dalam pengendalian penduduk dan pembangunan keluarga berbasis data presisi. Ia menekankan bahwa kebijakan hanya dapat berdampak apabila ditopang oleh informasi yang akurat mengenai kondisi keluarga Indonesia.
Dalam paparannya, Menteri Wihaji menjelaskan bahwa Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN memegang mandat ganda, yaitu mengendalikan penduduk dan membangun keluarga melalui pendekatan berbasis siklus kehidupan.
Karena itu, data keluarga menjadi instrumen utama untuk memetakan dinamika populasi, mengidentifikasi risiko, dan memastikan intervensi tepat sasaran sesuai tahapan kehidupan masyarakat.
Hasil PK-25 mencatat kenaikan jumlah keluarga dari 72 juta menjadi 74 juta keluarga pada 2025. Peningkatan signifikan juga terjadi pada jumlah baduta, balita, serta remaja usia 10–24 tahun yang kini menjadi kelompok populasi besar dan harus dipastikan mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, dan pengasuhan yang memadai.
PK-25 juga mencatat bertambahnya jumlah lansia, menandakan percepatan transisi menuju ageing population yang membutuhkan strategi perlindungan sosial jangka panjang.
Menteri Wihaji mengingatkan bahwa perubahan struktur penduduk harus direspons dengan kebijakan yang adaptif. Ia menyoroti risiko meningkatnya masalah kesehatan mental pada remaja yang diperburuk oleh tingginya penggunaan gawai dan berkurangnya kualitas komunikasi di dalam keluarga.
Menurutnya, pola asuh, interaksi, dan literasi digital harus diperkuat agar remaja tumbuh dalam lingkungan yang mendukung kesehatan mental dan karakter mereka.
PK-25 juga menampilkan temuan penting terkait tingginya angka fatherless, yaitu kondisi anak yang kehilangan peran ayah secara fisik maupun emosional. Banyak ayah harus bekerja jauh dari rumah, yang menyebabkan minimnya komunikasi dan pengasuhan, terutama di wilayah pedesaan. Kondisi ini ditekankan Menteri Wihaji sebagai isu strategis yang harus ditangani melalui penguatan ketahanan keluarga.
Untuk memastikan pemanfaatan data yang optimal, hasil PK-25 diolah dengan asistensi BPS guna mengukur capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Komponen (IKK) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) sesuai Renstra Kemendukbangga/BKKBN 2025–2029.
Pemadanan data dilakukan dengan Data Induk Kependudukan Dukcapil dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk menjamin validitas dan keterbaruan.
Selanjutnya, data keluarga yang telah dimutakhirkan dimanfaatkan secara luas oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, akademisi, media, dan sektor swasta sebagai dasar perencanaan, pensasaran intervensi, dan evaluasi pembangunan berbasis keluarga.
Seluruh hasil PK-25 dapat diakses melalui Sistem Informasi Keluarga (SIGA) sebagai bagian dari implementasi Satu Data Indonesia.
Untuk memperkuat tata kelola data keluarga, Kemendukbangga/BKKBN menandatangani sejumlah Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama dengan Kemendagri, Badan Informasi Geospasial, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Perpustakaan Nasional.
Kerja sama tersebut menjadi fondasi integrasi data, keamanan informasi, dan kolaborasi lintas sektor dalam pemanfaatan data keluarga.
“Data ini harus hidup, harus digunakan, dan harus berdampak. Di sinilah arah pembangunan keluarga Indonesia ditentukan,” ujarnya. (ney)









