INDOPOSCO.ID – Sekretaris Eksekutif Said Aqil Sirodj (SAS) Institute, Abi Rekso, menyesalkan sikap Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang dinilainya tidak nasionalis serta kapitalis. Hal itu diutarakannya menyusul pernyataan Dadan yang mendorong lembaganya melakukan komersialisasi dari minyak jelantah residu program MBG dengan menjual kepada pihak asing.
Ia menilai hal itu jelas menunjukkan orientasi pada pihak asing serta mencari keuntungan dibanding menyelesaikan permasalahan utama yang selama ini dipermasalahkan publik, yakni keracunan massa siswa sekolah usai menyantap MBG.
“Saya menilai Kepala BGN membawa agenda luar dalan hal jual beli minyak jelantah. Lagi pula, masih ada urusan lain yang lebih penting seperti kasus keracunan. Lagi pula Pertamina sebagai BUMN juga bisa membeli minyak jelantah.” kata Abi kepada wartawan di Jakarta , Rabu (26/11/2025).
Sebelumnya, Dadan, selaku Kepala BGN merencanakan seluruh minyak jelantah program MBG akan dikomersialisasikan kepada Singapore Airlines, dengan alasan jauh lebih menguntungkan.
“Ini jelantahnya ditampung, dan kemudian diekspor dengan harga dua kali lipat. Penggunanya adalah Singapore Airlines.” Ucap Dadan Hindayana saat pidato dalam Konferensi Pembangunan Berkelanjutan Melalui Program Strategi Nasional MBG bersama Bappenas, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, minyak jelantah yang berasal dari ribuan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia telah menciptakan rantai ekonomi baru yang menguntungkan yang akan digunakan oleh maskapai Singapore Airlines sebagai campuran bahan bakar pesawatnya.
Dadan juga menjelaskan bahwa setiap SPPG menggunakan 800 liter minyak goreng setiap bulan. Dan 70 persen dari itu adalah residu minyak jelantah. Bersamaan dengan itu sudah berjalan aktif 15.363 SPPG diseluruh Indonesia.
Apa yang diucapkan oleh Kepala BGN itu, menurut Abi Rekso, jika berfikir nasionalis sesuai arahan Presiden Prabowo seharusnya jelantah itu dijual ke Pertamina. Manfaat dan keuntungannya kembali ke negara.
Pertamina memberikan harga Rp. 6000/ltr minyak jelantah. Jika setiap SPPG menghasilkan 560 liter jelantah per bulan, artinya 6.720 liter jelantah pertahun, pendapatan setara dengan 40,3 juta rupiah.
“Jika diasumsikan sudah beroperasi 15.363 dapur kemudian dikalikan Rp. 40.300.000 hasil dari minyak jelantah. Maka potensi hasil penjualan mintah jelantah MBG setara dengan Rp620 Milyar,” ujarnya.
“Kita perlu sama-sama menjaga, agar BGN tidak menjadi lembaga percaloan. Dengan adanya niat Kaban BGN ini ada potensi 620 milyar pertahun. Saya rasa KPK, BPK dan Kejaksaan perlu memperkuat pengawasan,” pungkasnya. (dil)









