INDOPOSCO.ID – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah mengendalikan kenaikan harga bahan pangan di wilayahnya untuk menekan laju inflasi.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto di Jakarta, Senin (17/11/2025), mengatakan harga bahan pangan terpantau merangkak naik karena tingginya permintaan seiring beroperasinya dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) sehingga berisiko menaikkan inflasi.
Bima Arya mengatakan capaian inflasi nasional relatif terkendali sebesar 2,86 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2025.
“Untuk inflasi nasional secara bulanan atau month-to-month (m-to-m) mencapai 0,28 persen, naik dibandingkan September 2025,” kata Bima dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar secara hybrid dari Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta seperti dilansir ANTARA.
Dia merinci inflasi provinsi secara tahunan tertinggi terjadi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 4,97 persen dan terendah di Provinsi Papua sebesar 0,53 persen.
Adapun inflasi kabupaten/kota secara tahunan tertinggi terjadi di Kabupaten Kerinci sebesar 6,70 persen dan terendah di Kota Bandar Lampung sebesar 0,43 persen. Terjadi juga deflasi di Kabupaten Halmahera Tengah sebesar 0,19 persen.
Bima mengatakan kenaikan inflasi disumbang dari harga emas yang belakangan terus naik karena situasi global. Selain juga disumbang dari kenaikan harga bahan pangan, yakni bawang merah, cabai merah, dan telur ayam.
Namun, faktor yang paling signifikan terhadap inflasi tetap disumbang kenaikan harga emas.
“Emas adalah penyumbang utama inflasi pada Oktober. Namun, ada 12 daerah yang bahan pangan mengalami kenaikan, terutama telur ayam ras, karena suplai yang meningkat dari SPPG MBG. Jadi, artinya daerah harus memperbanyak suplai dan menggenjot produksi,” ujarnya.
Wamendagri meminta daerah yang mengalami kenaikan bahan pangan, seperti telur ayam ras, karena meningkatnya permintaan efek dari operasional SPPG MBG, melakukan upaya peningkatan produksi agar harga telur ayam ras tidak terlampau tinggi dan kembali terjangkau bagi masyarakat.
Bima menjelaskan terdapat 11 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga telur ayam ras dan harus segera diantisipasi, yaitu Kabupaten Sambas, Pringsewu, Sanggau, Minahasa, Mempawah, Banyuasin, Jombang, Jembrana, Bengkayang, Pidie Jaya, dan Kota Solok.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mencatat emas perhiasan telah mengalami inflasi secara tahunan selama 45 bulan berturut-turut sejak Februari 2022.
Sejak Oktober 2025, inflasi emas perhiasan memiliki andil sebesar 0,68 persen.
“Inflasi emas perhiasan Oktober 2025 sebesar 52,76 persen dan andil inflasi 0,68 persen, merupakan inflasi tertinggi sejak 45 bulan berturut-turut sejak Februari 2022,” kata Amalia pada kesempatan sama.
“Emas dianggap sebagai safe heaven, terpengaruh kondisi geopolitik dan geoekonomi global. Sisi inflasi di Indonesia harga yang diterima konsumen sangat dipengaruhi fluktuasi perkembangan harga emas. Artinya harga emas yang diterima konsumen, selaras dengan harga emas di pasar internasional,” jelas Amalia.
Namun, Amalia mengatakan bahwa di balik kenaikan harga emas ini, terdapat kabar baik yang memperlihat pengendalian inflasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) cukup berhasil.
Sebab, jika dicermati pada tingkat inflasi bulanan sebesar 0,28 persen, sebesar 0,21 persen disumbang oleh komoditas emas.
“Artinya inflasi kita itu sebenarnya 0,7 persen jika dihitung tanpa kontribusi emas. Pengendalian inflasi kita cukup baik, dari sisi mengendalikan inflasi di luar komponen emas,” katanya.
Menurut Amalia, pengendalian inflasi sebaiknya fokus konsentrasi pada komponen yang bisa dikendalikan, seperti bahan pangan dan komponen yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk kendali harga emas berada di tingkat global dan di luar kendali pemerintah.
“Tapi, jika kita bisa fokus pada komponen lain, yang berhasil kita kendalikan inflasi itu pada 0,7 persen,” ujarnya.
Amalia memberi rekomendasi kepada pemda agar tetap fokus menekan harga beberapa komoditas, seperti beras, cabai merah, cabai rawit dan telur ayam, terutama di daerah yang mengalami kenaikan IPH, seperti Sumatera Barat, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan Papua Tengah, dan Sulawesi Tenggara. (dam)









