INDOPOSCO.ID – Survei terbaru yang dilakukan oleh Intelligence and National Security Studies (INSS) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mendukung pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.
Sebanyak 84,25 persen responden menyatakan setuju Soeharto layak memperoleh gelar tersebut, sedangkan 8,17 persen menolak, dan 7,58 persen lainnya memilih untuk tidak berpendapat.
Direktur Riset dan Pengembangan INSS, Ahmad Rijal, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (9/11/2025), menjelaskan bahwa hasil survei ini mencerminkan adanya perubahan cara pandang publik terhadap figur Soeharto dalam konteks sejarah nasional.
“Banyak masyarakat menilai Soeharto dari keberhasilan pembangunan ekonomi dan kestabilan nasional. Walaupun sisi kontroversial masa pemerintahannya tetap diingat, hal itu kini tidak lagi menjadi faktor dominan dalam membentuk persepsi publik,” jelas Ahmad.
Lebih dari 50 persen responden menilai jasa Soeharto paling besar di bidang pembangunan ekonomi (50,58 persen), diikuti perannya dalam menjaga stabilitas nasional (33 persen).
Adapun sektor yang paling diingat publik meliputi pertanian dan pangan (33,75 persen)—terutama program swasembada beras—serta bidang ekonomi nasional (31,25 persen) dan politik-keamanan (30,83 persen).
Sementara kelompok yang menolak, sebagian besar mendasarkan pandangannya pada isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (7,42 persen) serta pelanggaran HAM (5,67 persen).
Menurut Ahmad Rijal, kecenderungan publik saat ini menunjukkan bahwa citra Soeharto lebih dikaitkan dengan keberhasilan pembangunan ketimbang sisi gelap kekuasaannya.
“Masyarakat tetap kritis terhadap masa lalu, tetapi mereka dapat memisahkan antara catatan negatif politik dan kontribusi nyata bagi negara,” katanya.
Sebanyak 61,08 persen responden menyatakan kasus-kasus masa lalu seperti HAM dan KKN tidak menjadi hambatan bagi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
Mayoritas responden (86,67 persen) juga menilai bahwa penilaian terhadap tokoh sejarah seharusnya dilakukan secara objektif dan bebas kepentingan politik.
“Publik tidak menghendaki pengagungan berlebihan, tapi ingin penilaian yang adil dan proporsional. Sejarah harus dibaca dengan jernih, bukan dengan kebencian atau nostalgia,” ujar Ahmad.
Selain itu, 56,83 persen responden menilai proses penetapan gelar pahlawan sebaiknya dilakukan melalui kombinasi survei publik dan kajian akademik, bukan hanya melalui keputusan elite politik semata.
Ahmad menegaskan bahwa hasil survei ini memperlihatkan harapan masyarakat agar pemerintah lebih transparan dan partisipatif dalam menentukan gelar kebangsaan.
“Publik ingin adanya ruang diskusi terbuka, baik akademik maupun sosial, agar keputusan seperti ini tidak bersifat politis,” katanya dikutip Antara.
Survei INSS bertajuk “Polemik Gelar Pahlawan Nasional Soeharto Tahun 2025” dilakukan secara tele-survey terhadap 1.200 responden di 38 provinsi di Indonesia pada periode 1–8 November 2025. (aro)









