INDOPOSCO.ID – Influencer sekaligus kreator konten, Andovi da Lopez, menyerukan kepada massa aksi dari aliansi masyarakat sipil dan mahasiswa agar tidak memilih calon legislatif DPR pada Pemilu 2029 yang tidak mengakomodasi tuntutan rakyat yang dikenal dengan 17+8.
“Kalau mereka enggak penuhi tuntutan ini, 2029 kita jangan pilih mereka sama sekali,” tegas Andovi saat berorasi di hadapan ratusan demonstran di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (5/9/2025).
Ia menekankan bahwa Jumat, 5 September 2025 adalah batas waktu yang diberikan kepada pemerintah untuk merespons dan memenuhi tuntutan rakyat yang sudah disuarakan selama rangkaian aksi sebelumnya.
Tuntutan 17+8 sendiri terdiri dari dua bagian: 17 poin yang diminta dipenuhi dalam waktu dekat (paling lambat 5 September 2025) dan 8 tuntutan jangka panjang yang ditargetkan selesai paling lambat 31 Agustus 2026.
Dalam seruannya, Andovi menekankan bahwa kekuatan utama rakyat Indonesia ada pada suara mereka. Oleh karena itu, jika para wakil rakyat dan pemerintah gagal menindaklanjuti tuntutan tersebut, masyarakat diimbau untuk tidak memberikan suara kepada mereka dalam pemilu mendatang.
“Yang paling minimal bisa gue lakuin adalah gue inget nama-namanya, dan gue enggak bakal coblos mereka lagi,” ucap Andovi dengan nada tegas.
Ia menilai langkah ini sebagai bentuk konsekuensi politik terhadap pihak-pihak yang tidak berpihak pada suara rakyat.
Andovi pun meminta para anggota DPR memanfaatkan waktu empat tahun ke depan untuk membuktikan komitmen mereka terhadap tuntutan tersebut. Ia juga menegaskan bahwa tuntutan 17+8 bersifat dinamis dan akan terus berkembang, sehingga masyarakat perlu terus mengawalnya.
Isi dari tuntutan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari desakan agar Presiden menarik TNI dari pengamanan sipil, menghentikan kriminalisasi terhadap demonstran, hingga pembentukan tim investigasi independen untuk mengusut kasus Affan Kaurniawan serta kekerasan aparat pada aksi 28–30 Agustus 2025.
Tuntutan kepada DPR mencakup pembekuan kenaikan tunjangan dan fasilitas anggota, transparansi anggaran, serta dorongan kepada Badan Kehormatan DPR untuk menyelidiki anggota yang bermasalah, termasuk melalui KPK.
Kepada partai politik, masyarakat menuntut pemecatan kader DPR yang tidak etis, komitmen untuk berpihak kepada rakyat, serta keterlibatan dalam ruang dialog publik dengan mahasiswa dan masyarakat sipil.
Sementara untuk institusi kepolisian, desakan meliputi pembebasan demonstran yang ditahan, penghentian kekerasan, serta penegakan prosedur pengamanan yang sesuai SOP. Anggota polisi yang melanggar HAM juga diminta diproses secara transparan.
Untuk TNI, massa mendesak agar kembali ke barak, menghentikan intervensi terhadap urusan sipil, serta memastikan anggota tidak mengambil alih fungsi kepolisian.
Dari sisi ekonomi, pemerintah diminta menjamin upah layak, mencegah pemutusan hubungan kerja massal, melindungi pekerja kontrak, dan membuka ruang dialog dengan serikat buruh terkait isu outsourcing dan upah minimum.
Adapun delapan tuntutan jangka panjang meliputi reformasi besar-besaran DPR, pembenahan partai politik, reformasi sistem perpajakan, pengesahan RUU Perampasan Aset, serta transformasi institusi kepolisian agar lebih profesional dan humanis seperti dilansir Antara.
Poin lainnya termasuk penarikan total TNI dari ranah sipil, penguatan lembaga independen seperti Komnas HAM, serta evaluasi kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan nasional. (aro)








