Kisah Juara Kejurnas Tenis Kursi Roda: Motivasi karena Cinta Olahraga

INDOPOSCO.ID – Ferdi Samsudin merupakan salah satu penggawa andalan tenis kursi roda dari Kota Serang untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua.
Atlet yang pernah menyabet mendali perak di Kejuaraan Nasional di Solo tahun 2018 itu, memiliki kisah dan perjuangan luar biasa harus hidup bersama kursi roda.
Hidup Ferdi mengalami perubahan yang dramatis sejak tahun 2007. Dia harus pasrah dengan keadaan kehilangan tumpuan berdiri akibat kecelakaan.
Sejak lahir, dia memang sudah mendarah daging dengan olahraga. Awalnya, cabang olahraga yang digemari adalah sepak bola dan bulu tangkis. Tak heran memang, karena tubuhnya kekar tegap tinggi.
Namun, hobinya berubah seiring kecelakaan tersebut. Dia lebih memilih cabang olahraga tenis karena menantang dari segi teknik pukulan.
“Kalau saya dari kecelakaan di Depok. Sebelum begini saya di sepak bola dan bulu tangkis. Terus hati saya lebih ke tenis. Tahun 2007 saya kecelakaan,” katanya saat berbincang-bincang, Rabu (22/9/2021).
Kecintaanya terhadap olahraga membuat motivasi lebih dan tidak mudah putus asa dalam menyambut hidup.
Sejak tahun 2017, dia bergabung dengan kelompok olahraga disabilitas guna mengharumkan nama daerah.
Tekad yang kuat itu berujung manis. Tahun 2018, Ferdi menyabet juara dua di Kejuaraan Nsional yang digelar di Solo.
“Kalau saya bergabung di tenis ini 2017. Kalau saya di kejuaraan nasional Solo juara 2 Perak untuk difabel tahun 2018,” terangnya.
Dengan mengikuti lomba di PON XX Papua ini, dia bertekad keras akan meletakan nama Provinsi Banten di papan juara. Sehingga, tanah Jawara ini dapat harum di kancah olahraga nasional.
Selain itu, pihaknya bertekad ingin masuk pemusatan latihan nasional (Pelatnas). Tujuannya hanya satu, agar dapat mengibarkan bendera merah putih pada ajang lomba internasional.
“Harapan semua atlet pasti juara satu dan ingin masuk platnas,” tuturnya.
Untuk merah juara, Ferdi mengaju jatuh bangun dalam melakukan latihan. Paling sedikit dalam waktu sepekan, dia harus latihan fisik dua kali.
Ia mengaku kesulitan terbesarnya dalam mengendalikan kursi roda sebagi penggani kaki. Namun hal itu bukan alasan baginya agar dapat mengarumkan nama daerah.
“Kesulitan menguasai kursi roda, karena kaki kita itu kursi roda. Kalau mukul bola saya teknik,” ucapnya. (son)