Nusantara

Gubernur Banten Tersinggung dengan Aksi Anarkis Buruh

INDOPOSCO.ID-Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) menyesalkan aksi anarkis massa buruh yang menjebol paksa masuk ke ruang kerja Gubernur Banten. Ia menilai hal ini bisa menjadi preseden buruk ketika gubernur, bupati, dan wali kota dalam mengambil keputusan.

“Saya pribadi tidak merasa tersinggung. Seharusnya negara memberikan rasa aman. Karena apa yang saya lakukan sesuai dengan peraturan,” ujar Gubernur WH kepada wartawan di kediamannya, Jl. H. Djiran No. 1 Kelurahan Pinang, Kota Tangerang, Kamis  (23/12/2021).

Baca Juga : Tak Akan Ubah Keputusan, Gubernur Banten Minta Polisi Tindak Tegas Pendemo Anarkis

Wahidin mengatakan pihaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada aparat berwenang.

Wahidin mengaku tidak bisa membayangkan andaikan dirinya saat itu berada di ruang kerjanya. Ia menyesalkan tindakan buruh memaksa masuk ruangan kerja tapi tidak ada upaya mempertahankan atau melindungi.

“Ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat juga negara. Keputusan itu harus di-back up,” katanya.

Menurut Wahidin, gubernur, bupati dan wali kota merupakan pejabat negara yang harus terlindungi dari perbuatan anarkis. Demonstrasi atau menyampaikan pendapat dimuka umum ada aturannya dan disampaikan dengan cara-cara yang baik serta menggunakan etika.

“Bisa jadi preseden semua gubernur, bupati dan wali kota nanti pada takut untuk mengambil keputusan. Kita juga diikuti oleh peraturan-peraturan yang menentukan,” katanya.

Wahidin mengungkapkan, pihaknya bukan takut pada sanksi administratif. Namun lebih melihat pada bagaimana kegiatan ekonomi bisa berjalan dan pengangguran tertanggulangi.

Ia menjelaskan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) diputuskan melalui musyawarah. Melalui proses dewan pengupahan dengan indikator dan variabel yang jelas termasuk melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengukur pertumbuhan ekonomi, inflasi, kelayakan hidup dan lain-lain. Melalui kesepakatan dewan pengupahan, selanjutnya direkomendasikan kepada gubernur.

“Penetapan UMP dan UMK itu untuk kepentingan yang lebih luas, tidak hanya untuk buruh-buruh yang di pabrik. Tapi juga untuk yang di perhotelan, pariwisata dan sebagainya yang kalau sekarang karena terdampak pandemi Covid-19 belum pulih,” katanya.

Dikatakan, di Indonesia ini konflik perburuhan terjadi setiap tahun. Buruh minta naik, pengusaha tidak mau naik. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota memfasilitasi, membangun silaturahmi serta memoderasi pertemuan itu dan damai-damai saja.

“Tapi pada akhirnya kita yang diserang, sejauh mana pemerintah terlibat dalam hubungan perburuhan,” pungkanya. (dam)

Back to top button