Tolak PPKM Diperpanjang, Pedagang Salak Keliling Kota Serang Kibarkan Bendera Putih

INDOPOSCO.ID – Kebijakan perpanjangan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, nampaknya tidak dapat menyenangkan semua orang. Sektor ekonomi kecil tidak dapat mengembangkan usahanya karena perputaran modal cenderung lambat.
Salah satunya dirasakan oleh seorang pedagang salak bernama Jaka Sendani. Sejak ada PPKM Darurat dan PPKM Level 4, dagangannya tidak laris lantaran hilangnya konsumen. Bahkan, pihaknya terpaksa menggunakan uang modal dagangannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
“Saya biasanya keluar jam 10.00 sampe malam baru pulang. Gimana situasi aja kalau sepi mah kadang sore juga udah pulang,” katanya saat ditemui di Ciceri, Kota Serang, Senin (26/7/2021).
Ia mengaku, setelah 11 tahun jual buah salak keliling, baru kali ini merasakan pahitnya berjualan karena tidak laku-laku. Apalagi, harga salak di agen saat ini melonjak tinggi.
Sementara, harga penjualnnya yang biasa Rp5 ribu, kini diturunkan jasi Rp4 ribu buat menarik pelanggan. Namun hingga malam, jualannya sering tidak habis.
“Tapi sekarang saya udah gak jualan, karena stok barangnya kosong, kalaupun ada harganya mahal banget,” ungkapnya.
Pria usia 36 tahun asal Sempu Karundeng, Cipocok Jaya, berkeliling Kota Serang nekat melakukan aksi penolakan kepada pemerintah dengan cara mengibarkan bendera putih yang dipasang ibak jualannya dan berkeliling di sepanjang jalan Kota Serang.
Sejak pukul 10.00 WIB, pihaknya berkeliling dimulai dari jalur Lingkar Selatan ke arah Pasar Royal, melalui jalur protokol berputar di tugu debus Kota Serang Baru, dan beristirahat di Kantor Bersama Kota Serang, Ciceri.
“Belum lagi di masa PPKM darurat ini stok barangnya itu hanya ada dua hari saja, selebihnya kosong. Sehingga saya hanya bisa berjualan dua hari, ga balik modal malah habis terus untuk menutupi kebutuhan sehari-hari,” terangnya.
Jaka mengaku kesulitan menutupi kebutuhannya tidak terpenuhi selama PPKM Level 4. Ditambah, biaya belajar salah satu anaknya di pesantren belum lunas. Padahal, beberapa waktu lalu mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp600.000.
“Itu juga masih sangat kurang. Untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya ia kadang menghutang ke warung sebelah,” paparnya. (son)