Nusantara

Kasus Hibah Ponpes, Gubernur Banten Dituntut Tanggungjawab

INDOPOSCO.ID – Gubernur Banten Wahidin Halim dituntut oleh sejumlah kalangan untuk ikut bertanggungjawab terhadap kasus dugaan pemotongan danah hibah untuk pondok pesantren (Ponpes) dan dugaan Ponpes fiktif.

Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada, menegaskan, kebijakan menggelontorkan bantuan hibah oleh Gubernur Banten didasarkan pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, ditandatangani sendiri oleh Gubernur Wahidin Halim.

Uday menegaskan dalam Pasal 16 ayat 1, Pergub Nomor 10 Tahun 2019 ditegaskan bahwa setiap pemberian hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditandatangani bersama gubernur dan penerima hibah.

Lebih tegas lagi, lanjut Uday, diatur pada Pasal 8 ayat 2, bahwa evaluasi terhadap permohonan hibah, paling tidak harus dilakukan verifikasi persyaratan administrasi, kesesuaian permohonan dengan program kegiatan, serta melakukan survei lokasi.

“Akan tetapi gubernur mengaku telah melaporkan sendiri adanya dugaan pemotongan itu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Pertanyaannya, apakah gubernur telah menjalankan Pergub yang ia buat itu? Pemberian hibah itu ditandatangani gubernur dan penerima? Benarkah sudah dilakukan verifikasi administrasi, disurvei lokasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam hal ini Biro Kesejahteraan Sosial (Kesra),” tegas Uday kepada INDOPOSCO.ID, Rabu (21/4/2021).

Uday mengatakan gubernur juga pernah menyebutkan: “Tidak ada ASN pemprov yang terlibat dalam kasus hibah Ponpes.”

“Belakangan gubernur justru membangun citra diri, melalui sejumlah anak buahnya untuk mendapatkan testimoni dari berbagai komponen, mulai dari aktivis mahasiswa, kiai dan ulama untuk mengapresiasi dirinya karena langsung melaporkan sendiri ke Kejati,” ujar Uday.

Uday mempertanyakan kebenaran klaim bahwa Gubernur Wahidin Halim sendiri yang melaporkan kasus hibah Ponpes ke Kejati Banten.

“Pertanyaan kemudian muncul, kapan, jam berapa, di mana, bawa berkas apa, siapa yang menerima Gubernur Wahidin Halim saat melapor ke Kejati Banten itu? Ayolah, berbohong itu dosa loh. Jauh dari jargon akhlakul karimah,” tegas Uday.

Uday mengungkapkan, langkah yang sama juga dilakukan oleh Ketua Presidium Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten KH Anang Azhari. Melalui siaran persnya, menyatakan tidak terlibat, tidak tahu-menahu soal pemotongan.

“Bahkan muncul kesan pihak Presidium FSPP Banten tidak pernah bersentuhan dengan Ponpes para penerima hibah. Padahal data yang ada di Biro Kesra Pemprov Banten bersumber dari FSPP,” ujar Uday.

Menurut Uday ditetapkannya ES sebagai tersangka kasus pemotongan hibah terhadap sejumlah Ponpes penerima tahun 2020 oleh Kejati Banten, adalah pintu pembuka.

Dikatakan pintu pembuka, kata Uday, karena mustahil ES tahu persis Ponpes mana saja yang menerima hibah tanpa data. Sedangkan pemilik data adalah Biro Pemerintahan dan Kesra Pemprov Banten. Sedangkan data yang dimiliki Pemprov Banten itu bersumber dari database FSPP.

Menariknya, lanjut Uday, Kepala Bagian (Kabag) Kesra pada Biro Pemerintahan dan Kesra Pemprov Banten Tubagus Rubal mengatakan tidak tahu apa-apa soal pemotongan hibah, karena dirinya baru menjabat selama dua bulan.

“Tentu saja belum lama kalau dilantik sebagai Kabag Kesra Pemprov Banten. Tapi silakan lihat nama siapa yang masuk ke dalam kepengurusan Presidium FSPP periode saat ini,” kata Uday.

Uday meminta kepada penyidik Kejati Banten untuk fokus pada beberapa hal pokok terkait seluruh tahapan dana hibah Ponpes itu disalurkan.

“Periksa juga pejabat Biro Kesra dan pengurus Presidium FSPP Banten. Insya Allah persoalan akan terang benderang dengan cepat,” pungkas Uday. (dam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button