Nasional

Ada 3 Poin Kritik, Donasi Rp1.000 per Hari Gubernur Jabar Berpotensi Langgar UU

INDOPOSCO.ID – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi (KDM) kembali mencuri perhatian publik lewat kebijakan uniknya. Lewat surat edaran (SE) bernomor 149/PMD.03.04/KESRA yang diterbitkan 1 Oktober 2025, ia mengajak seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan warga Jabar berdonasi Rp1.000 per hari.

Gerakan bertajuk “Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu)” ini disebut berlandaskan semangat gotong royong serta nilai silih asah, silih asih, silih asuh, cerminan khas budaya Sunda.

Namun, langkah populis itu menuai kritik. Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menilai kebijakan tersebut berpotensi menabrak aturan hukum yang berlaku.

“Secara sosial dan kultural, ajakan gotong royong tentu positif. Tapi kalau dilihat dari sisi normatif, kebijakan itu bisa bertentangan dengan UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU PUB),” ujar Tulus kepada INDOPOSCO melalui gawai, Jumat (10/10/2025).

Menurutnya, ada tiga poin yang membuat kebijakan KDM berpotensi melanggar hukum. “Pertama, pengumpulan dana publik itu wajib mengantongi izin dari Kementerian Sosial (Kemensos). Pertanyaannya, apakah surat edaran itu sudah punya izin dari Kemensos? Dari informasi yang saya terima, belum ada,” kata Tulus.

Kedua, secara kelembagaan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) atau Gubernur bukan pihak yang berwenang menggalang dana publik. “Sebab Pemprov atau Gubernur seharusnya adalah regulator yang memberikan izin atau perizinan terhadap aksi penggalangan uang atau barang,” tegasnya.

Dan yang ketiga, Tulus juga mengingatkan soal potensi conflict of interest (konflik kepentingan). Akan lebih baik jika Pemprov membentuk lembaga khusus yang independen untuk mengelola donasi itu, agar jelas siapa yang mengumpulkan, siapa yang menyalurkan, dan bagaimana akuntabilitasnya.

“Sebaiknya Pemprov Jabar membentuk institusi khusus untuk menggalang dana tersebut, agar tidak menimbulkan conflict of interest,” ungkap mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu.

Karena itu, FKBI mendorong Pemprov Jabar agar berkoordinasi langsung dengan Kemensos untuk memastikan legalitas dan transparansi program. “Tanpa izin resmi dan mekanisme yang jelas, pengumpulan uang publik seperti ini bisa dianggap pungutan liar (pungli),” tuturnya.

Ia juga menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak penuh untuk mengetahui penggunaan dana donasi tersebut. “Publik sebagai pendonor dana harus selalu diberi laporan terbuka dan berkala, agar kepercayaan tidak berubah menjadi kecurigaan,” tambah pegiat perlindungan konsumen itu. (her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button