INDOPOSCO.ID – Kepala Kantor Imigrasi TPI Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Galih Priya Kartika Perdhana, mengungkapkan adanya modus baru sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kini kian rapi dan terselubung.
Para pelaku, kata Galih, kini memanfaatkan kedok wisata dan ibadah untuk memperkuat alibi calon korban agar tampak seperti pelancong biasa.
“Untuk modus-modus sendiri, mereka pakai wisata. Kebanyakan wisata ataupun ibadah. Dan memang betul, nggak langsung direct mereka gunakan negara transit untuk memperkuat alibi,” ujar Galih kepada INDOPOSCO.ID, Kamis (9/10/2025).
Galih menjelaskan, strategi sindikat ini berjalan sistematis. Para pelaku mengatur keberangkatan seolah-olah perjalanan legal, namun di balik itu calon korban diarahkan untuk bergerak sendiri menuju negara tujuan melalui jalur transit.
“Polanya tampak rapi, karena dikemas seperti perjalanan pribadi biasa,” kata dia.
Menangkal modus tersebut, Imigrasi Soekarno-Hatta kini menerapkan langkah preventif berlapis.
Salah satunya melalui program PIMPASA (Petugas Imigrasi Pembina Desa) yang telah diterapkan di Cengkareng dan Kalideres.
Program ini bertujuan memberikan edukasi dan sosialisasi langsung kepada masyarakat di tingkat desa.
“Dengan PIMPASA, masyarakat yang belum tersosialisasi jadi tahu potensi perdagangan manusia sehingga niat berangkat bisa diurungkan,” jelas Galih.
Filter kedua dilakukan pada tahap pembuatan paspor. Dalam sesi wawancara, petugas imigrasi tidak hanya memeriksa legalitas dokumen, tetapi juga menggali tujuan keberangkatan untuk mendeteksi indikasi tindak pidana.
“Jika kecurigaan muncul, kasus bisa masuk daftar cegah dan tangkal,” paparnya.
Tahap terakhir dilakukan. Saat calon penumpang masuk dalam kategori subject of interest, sistem imigrasi otomatis mengeluarkan notifikasi kepada Polres Bandara Soekarno-Hatta dan pihak terkait agar keberangkatan bisa ditunda atau dibatalkan.
“Kami akan sampaikan kepada Polres pada kesempatan pertama,” tegas Galih.
Galih menekankan bahwa pendekatan berfilter dan berlayering ini menjadi strategi utama pencegahan.
Fokusnya bukan hanya menindak setelah korban berada di luar negeri, tetapi memutus rantai sejak dini, dari desa hingga gerbang keberangkatan.
“Filterisasi berlapis ini yang kami jalankan dari desa hingga gate bandara,” pungkasnya. (fer)