Prabowo Siapkan Keppres dan Inpres Pemulihan Hak Korban 13 Kasus Pelanggaran HAM Berat

INDOPOSCO.ID – Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Mugianto Sipin mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan segera melanjutkan pemulihan hak korban dan keluarga korban 13 kasus pelanggaran HAM berat yang telah dirintis oleh Presiden Joko Widodo, yaitu dengan mengeluarkan mengeluarkan Keppres dan Inpres yang akan menjadi dasar hukum kelanjutan pemulihan korban dan tak keberulangan pelanggaran HAM.
“Kami, pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang yang akan take over melanjutkan pemulihan korban dan keluarga korban kasus 13 pelanggaran HAM berat yang telah dirintis oleh Presiden Jokowi,” ucap Mugianto Sipin dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Minggu (16/2/2025).
Mugianto menjelaskan komitmen Presiden Prabowo Subianto bukan hanya memulihan hak-hak korban dan keluarga korban tapi juga memastikan tidak lagi terjadi keberulangan kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
“Oleh karena itu dibentuklah kementerian HAM yang lebih besar tanggung jawabnya untuk fokus memastikan tidak lagi terjadi pelanggaran HAM di Indonesia,” tegasnya.
“Pemulihan hak korban tidak bisa ditunda-tunda lagi karena sebagian besar korban udah pada sepuh,” sambung Mugianto.
Ia menjelaskan, pelanggaran HAM Hampir terjadi disemua aspek kehidupan masyarakat. Saat ini menjadi tugas Kementerian HAM untuk melakukan desiminasi dan penyadaran HAM pada semua kementerian dan lembaga pemerintah di pusat maupun di daerah, sipil maupun militer, swasta dan masyarakat luas.
“Jangan adalagi pelanggaran HAM di sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, antar agama, suku anak dalam, perempuan, anak, lingkungan hidup, hubungan industrial, pertanahan dan lain sebagainya. Semua menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah untuk memastikan HAM ada disetiap kepala orang Indonesia,” ujarnya.
Mugianto juga menjelaskan dalam waktu dekat akan dilakukan peresmian Memorial Living Park di Pidi, Aceh pada April 2025 sebagai peringatan agar jangan lagi terjadi pelanggaran HAM.
Kementerian HAM juga mendorong inisiasi masyarakat untuk membangun memorial serupa seperti di Kampus Universitas Atmajaya dan Universitas Trisakti.
“Di Surabaya ada monumen Herman Hendrawan dan Bimo Petrus Nugraha. Juga di Kalimantan Tengah dan Barat, Poso, Papua dan Ambon. Semua bertujuan sebagai peringatan agar tidak terjadi lagi,” paparnya.
Ia juga memastikan desminasi HAM akan masuk dalam kurikulum dan silabus sejak pendidikan dasar yang akan membawa peradaban baru bagi generasi akan datang.
“Semua ini tidak mungkin bisa dilakukan tanpa keterlibatan semua pihak, tanpa keterlibatan masyarakat. Oleh karena itu rakyat harus ikut bergerak terlibat dalan desiminasi HAM dari desa sampai kota, disemua sektor, jangan ada yang buta HAM!,” tegasnya.
Ia kemudian juga menjelaskan bahwa sedang dipersiapkan sistim audit HAM yang akan dijalankan disemua sektor pemerintah dan sektor privat dengan standar kesepakatan internasional, yang bisa menjadi rujukan bersama. Audit ini penting untuk memastikan semua pihak patuh dan menghormati HAM.
“Tentu saja semua akan merujuk pada preambule dan cita-cita kita bernegara yaitu menuju masyarakat adil makmur,” tegasnya.
Sebelumnya, Joko Widodo saat masih menjabat sebagai Presiden RI mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
Terkait hal ini, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah akan berusaha untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara adil dan bijaksana tanpa meniadakan penyelesaiaan secara yudisial.
“Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” kata Jokowi setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023).
Berikut 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang diakui Kepala Negara:
1. Peristiwa 1965-1966
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999 9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003
Namun, Eks Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) A Taufan Damanik mengoreksi Jokowi menegaskan jumlah pelanggaran HAM berat di Indonesia yang harusnya diakui oleh negara saat ini ada 13 kasus, bukan 12. Satu kasus lagi adalah pelanggaran HAM berat di Bener Meriah, Aceh Tengah. (dil)