Sahkan Sejumlah UU Penutupan Sidang Paripurna, Puan Sebut Telah Selesaikan 225 UU Selama Lima Tahun

INDOPOSCO.ID – Ketua DPR RI Puan Maharani Ketua DPR RI memimpin Rapat Paripurna terakhir DPR Periode 2019-2024. Puan menyinggung berbagai kesulitan yang dihadapi anggota DPR RI periode ini, mulai dari Pandemi Covid-19 hingga dinamika Pemilu 2024 lalu.
Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 menjadi rapat terakhir DPR periode 2019-2024. Rapat paripurna ini sekaligus menutup Masa Kerja Anggota DPR RI Periode 2019-2024 yang telah dilakukan selama 5 tahun.
Adapun Rapat Paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2024).
Saat memimpin Rapat Paripurna, Puan didampingi Wakil Ketua DPR RI, masing-masing Sufmi Dasco Ahmad, Lodewijk F Paulus, dan Rachmat Gobel.
Rapat Paripurna terakhir ini diawali dengan pengesahan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi undang-undang (UU). Setelah itu dilanjutkan pembacaan 4 laporan atau hasil pembahasan dari Panitia Angket dan Tim Pengawas diikuti dengan pengambilan keputusan. Setelahnya, agenda dilanjutkan dengan Pidato penutup masa sidang DPR oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.
Berikut UU yang disahkan dalam Rapat Paripurna terakhir DPR periode 2019-2024:
Pertama, UU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintahan Republik India mengenai Kerja Sama dalam Bidang Pertahanan.
Kedua, UU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintahan Republik Federatif Brasil tentang Kerja Sama terkait Bidang Pertahanan
Ketiga, UU tentang Pengesahan Memorandum Saling Pengertian antara Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan Kementerian Pertahanan Persatuan Emirat Arab mengenai Kerja Sama di Bidang Pertahanan
Keempat, UU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Kamboja tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan
Kelima. UU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Prancis tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan
Keenam. UU terhadap 25 RUU tentang Kabupaten/Kota. Ketujut, UU terhadap 27 RUU tentang Kabupaten/Kota, kedelapan, UU tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
Selain mengesahkan sejumlah UU, DPR pada rapat paripurna hari ini juga mendengarkan beberapa laporan dari alat kelengkapan dewan (AKD) yang kemudian diambil keputusan, yakni laporan Komisi IX DPR RI atas Hasil Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan terhadap RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan, serta laporan Panitia Angket DPR RI terhadap Penyelenggaraan Haji.
Kemudian laporan Tim Pengawasan DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana, dan laporan Tim Pengawasan DPR RI terhadap Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini juga membeberkan, DPR bersama pemerintah telah menyelesaikan pembahasan undang-undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2025-2045, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kementerian Negara, UU tentang Dewan Pertimbangan Presiden RI, dan UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025.
“Dengan demikian, selama periode 2019-2024, DPR RI telah menyelesaikan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU),” ungkap Puan.
Adapun 225 RUU yang telah disahkan menjadi UU itu terdiri dari 48 RUU dari daftar Prolegnas 2019-2024 dan 177 RUU kumulatif terbuka.
Sementara 5 RUU disepakati tidak dilanjutkan pembahasannya. Sebanyak 225 UU tersebut termasuk sejumlah UU yang disahkan DPR hari ini.
Berdasarkan waktu, UU yang disahkan DPR pada tahun 2024 sebanyak 149 UU, tahun 2023 ada 18 UU, tahun 2022 sebanyak 32 UU, tahun 2021 ada 13 UU, dan tahun 2020 juga 13 UU di mana 2 di antaranya merupakan carry over dari periode DPR sebelumnya.
Dalam pelaksanaan fungsi legislasi selama periode ini, Puan menjelaskan DPR telah menjalankan transformasi dalam memenuhi kebutuhan hukum nasional.
Antara lain melalui pembentukan undang-undang yang dilakukan dengan metode omnibus law yakni pembentukan UU yang terintegrasi dengan perubahan dari berbagai UU lain.
Puan pun mengingatkan bahwa tugas membentuk UU merupakan tugas bersama antara DPR dan Pemerintah.
“Oleh karena itu, hal tersebut menjadi komitmen bersama DPR RI dan Pemerintah dalam menyelesaikan agenda Pembentukan Undang-Undang dalam Prolegnas,” ucapnya.
Lebih lanjut, Puan menegaskan bahwa DPR menyadari bahwa dalam membentuk suatu UU, terdapat berbagai perspektif, kepentingan, keberpihakan, dan dampak yang perlu diperhatikan. Untuk itu dibutuhkan political will demi terciptanya legislasi yang komprehensif.
“Dalam membentuk Undang-Undang, dibutuhkan political will (kemauan politik) yang kuat dari para pihak, fraksi-fraksi di DPR RI, dan dari Pemerintah agar dapat mencapai titik temu substansi Undang-Undang yang sungguh-sungguh bagi kepentingan negara Indonesia dan rakyat Indonesia,” jelas Puan. (dil)