INDOPOSCO.ID – Audit Badan Pengawas Keuangan (BPK) dalam kasus dugaan korupsi PT Asabri menyimpulkan kerugian negara mencapai Rp22,788 triliun. Hasil audit tersebut terus menuai polemik.
Dalam persidangan kasus Asabri beberapa waktu lalu, saksi ahli Dian Puji Simatupang menyebut, sumber dana investasi yang kemudian menjadi masalah di Asabri berasal dari iuran anggota TNI-Polri,.
“Iuran anggota TNI-Polri terpisah dari keuangan negara. Sehingga, menurutnya, tidak menimbulkan kerugian negara sedikitpun,” tegasnya.
BPK dan kejaksaan satu paket dan satu persepsi soal kerugian negara yang mencapai Rp 22,788 triliun. Meskipun sudah banyak pihak yang menjelaskan bahwa kesimpulan demikian tidaklah benar.
Baca Juga: Korupsi Asabri, Jaksa Tuntut Heru Hidayat Hukuman Mati
Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda mengatakan, bahwa sebenarnya perbedaan persepsi terkait dengan kerugian keuangan negara dalam kasus PT Asabri sudah lama terjadi.
Ia mengaku memiliki pendapat yang sama seperti Dian Puji Simatupang, bahwa keuangan Asabri bukanlah kerugian keuangan negara.
“Di sini BPK dan Pak Dian berbeda persepsi. Saya sendiri sependapat dengan Pak Dian, karena dana yang ada di ASABRI bukan keuangan negara,” kata Chairul
Menurutnya persepsi terkait dengan fakta kerugian negara dinilai secara tidak benar. “Ini membuktikan pandangan Pak Dian benar, kalau kerugian itu harus fix (nyata dan pasti jumlahnya),” ungkapnya.
Kemudian, ia mengatakan dalam penegakan hukum kasus ASABRI memiliki masalah dalam persepsi kerugian negara yang tidak sesuai dengan teori. “Bermasalah persepsinya (kerugian negara), tidak sesuai teori, tetapi maunya sendiri sebagai penguasa (Kejaksaan Agung),” ungkapnya..
Sementara Pakar Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan, harus ada penegasan pemisahaan keuangan negara dan iuran Asabri, apakah itu masuk dana keuangan negara seperti dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 atau tidak.
Selain itu, Akbar mengatakan bahwa harus ada auditor lain yang relevan dan kompeten untuk mengatakan bahwa dana tersebut apakah termasuk kerugian negara, sehingga BPK tidak menjadi pemain tunggal dalam perhitungan dugaan kerugian negara dalam kasus tersebut.
“Sebaiknya BPKP dapat juga menilai. Selain itu Majelis Kehormatan Kode Etik BPK seharusnya melakukan waskat,” katanya. (nas)