Kementan Antisipasi Fenomena Alam dengan Inovasi Teknologi

INDOPOSCO.ID – Kondisi alam yang sulit diprediksi, mendorong Kementerian Pertanian RI untuk menyerukan seluruh insan pertanian bertindak antisipatif dengan inovasi teknologi.
“Kita harus waspada dengan kondisi cuaca yang ada, alam memang tidak bisa kita kontrol, namun kita bisa antisipasi dengan inovasi teknologi,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di Jakarta, belum lama ini.
Pada kegiatan TOT virtual tentang Pengenalan Dampak Perubahan Iklim dan Teknologi Adaptasi dan Mitigasi di Sektor Pertanian, Mentan Syahrul mengajak Widyaiswara, Dosen, Guru, dan Penyuluh Pertanian untuk siap dan mampu menghadapi tantangan climate change, global warming dan fenomena alam lain.
“Kita harus bisa adaptasi dengan kondisi yang ada. Kita maksimalkan kesempatan yang ada, jangan sampai kita kalah. Apa yang bisa kita tanam hari ini, kita tanam hari ini,” katanya.
“Kita harus berpacu dengan kondisi dan situasi yang ada. Maksimalkan beras. Namun, harus ada komoditas lain yang perlu kita perhatikan, karena indonesia itu luas, beras bukan hanya komoditi utama negara ini, ada sagu, jagung, pisang, singkong, talas, sorgum dan sebagainya. Kita maksimalkan sampai dua tahun,” ujarnya.
Menurutnya, FAO pun turut membahas masalah climate change, karena itu, air yang ada harus dipersiapkan dengan baik. Misalnya, menyuntikkan embung supaya siap menghadapi kemarau nanti. Ciptakan varietas yang tahan akan genangan dan tahan akan kekeringan guna meminimalisir risiko gagal panen dan tidak menghambat produktivitas.
“Perbanyak unsur organik dalam tanah, serta pertanian perlu terintegrasi dengan peternakan. minimalisir food lost dan waste food,” tandasnya.
Mentan menambahkan, tantangan pertanian adalah cuaca, hama, bencana alam dan impor. “Kita harus kuat dan siap menghadapi tantangan ini. Ayo kita swasembada, kita pasti bisa berjuang bersama sama mewujudkan swasembada pangan,” pungkasnya
“Saya memiliki keyakinan hasil dari ToT ini menghasilkan 40 juta petani indonesia tersentuh dampak positif dari kegiatan yang kita lakukan hari ini,” katanya.
Hal serupa disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi.
“Untuk mengantisipasi perubahan iklim terutama terganggunya sistem produksi, maka kita harus berupaya mengurangi risiko peningkatan suhu di permukaan bumi ini melalui mitigasi gas rumah kaca di sektor pertanian,” ujar Dedi.
Menurutnya, dampak perubahan iklim akibat peningkatan suhu tidak hanya menyebabkan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair, juga dapat menurunkan produktivitas pertanian.
“Fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat sangat dipengaruhi suhu, bila terlalu tinggi, maka respirasi akan lebih dominan dibandingkan anabolisme sehingga hasil fotosintesis semakin berkurang,” jelas Dedi.
Dia mengingatkan bahwa dampak pemanasan global yang mengganggu keseimbangan iklim juga memicu El Nino dan La Nina, yang juga dapat mengganggu produktivitas, sehingga pemanfaatan teknologi sangat penting untuk menghadapi perubahan iklim, seperti memilih varietas yang tahan kekeringan atau tahan rendaman.
“Karena kejadian El Nino akan semakin panjang dan semakin sering. Begitu pula La Nina, baik frekuensi maupun kualitasnya juga akan semakin tinggi,” kata Dedi. (ibs)