KKB OPM Dikategorikan Terorisme Separatis

INDOPOSCO.ID – Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Inspektur Jenderal (Irjen) Marthinus Hukom mengatakan, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) bukan sekedar organisasi separatis yang memiliki keyakinan untuk memisahkan diri dari negara, melainkan sebagai terorisme separatis.
“Tapi KKB OPM dikategorikan sebagai terorisme karena melakukan kekerasan, intimidasi dan menyebarkan rasa takut yang menyasar masyarakat tidak bersalah sebagai upaya memaksakan kehendak terhadap orang lain,” ujarnya, pada seminar bertema “Antara HAM dan Penanggulangan Terorisme: Studi Organisasi Papua Merdeka dan Gerakan Uighur” di Jakarta, Senin (27/9/2021) yang diselenggarakan oleh PRIK-KT SKSG UI dan Revera Institute.
Sementara, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Ronny Franky Sompie mengatakan, dalam konteks penanggulangan terorisme, imigrasi melakukan kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri terkait pemberian informasi mengenai daftar pencarian orang (DPO) agar dapat dimasukkan ke dalam sistem imigrasi yang secara online sudah terintegrasi di seluruh Indonesia.
“Sehingga jika ada orang asing yang masuk ke dalam DPO, akan ada sistem peringatan yang akan menolak atau menangkap DPO tersebut dengan sebelumnya berkoordinasi kepada BNPT/Polri,” katanya.
Kemudian, Dosen Program Studi Kajian Terorisme dan Departeman Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Ali A. Wibisono mengatakan, penanggulanan terorisme bukan hanya untuk memulihkan perdamaian dan keamanan negara, tapi juga warga negara karena kajian terorisme masa kini telah membahas pada prioritas keamanan insani.
“Berdasarkan pengalaman, saya menemukan diaspora Uighur yang berada di Inggris dan tidak merasa bahwa permasalahan di Xinjiang adalah permasalahan HAM. Selain itu juga terdapat komite khusus HAM di Xinjiang yang luput dari kaca mata aktivis HAM yang hanya focus kepada suara-suara yang kontra terhadap pemerintahan China,” bebernya.
Deputi III Kerja Sama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto menambahkan, mengenai perspektif penanggulangan terorisme dan HAM dalam konteks internasional melalui kerangka global counter-terrorism strategy.
“Dalam strategi ini, bukan hanya HAM, tapi juga nilai kemanusiaan menjadi penting dalam upaya kontra-terorisme karena pelanggaran HAM justru menjadi salah satu pendorong kemunculan kelompok ekstremis kekerasan,” katanya.
Terakhir, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Benny J. Mamoto memberikan gambaran bagaimana Kompolnas beserta tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) yang dimilikinya berhubungan dengan terorisme, khususnya dalam upaya mengawasi kinerja kepolisian dan menampung saran dan keluhan masyarakat mengenai penanganan terorisme.
“Pastinya, pengawasan terhadap kinerja kepolisian ini, Kompolnas memastikan kepolisian memerhatikan berbagai peraturan Kapolri (Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia) yang berkaitan dengan HAM seperti Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri dan Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. (arm)