INDOPOSCO.ID – Publik kembali dipertontonkan dengan konflik internal partai Demokrat antara kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang.
Konflik itu terjadi pada momentum perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Demokrat yang ke 20 tahun atau dua dekade. Bahkan terjadi pembubaran acara beberapa waktu lalau di salah satu Hotel di Tangerang oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Demokrat Banten.
Melihat polemik ini, pengamat kebijakan publik dan politik, Harits Hijrah Wicaksana melihat ada dua kemungkinan besar dalam konflik internal Demokrat. Di antaranya, kerugian bagi partai dan momentum konspirasi kedua belah kubu untuk menaikan citra.
Ia menjelaskan, jika hal ini merupakan sebuah kerugian Demokrat, seharusnya sudah dapat dicelarkan melalui rekonsiliasi antara kedua belah kubu.
Sebab hal ini akan berdampak panjang pada ajang Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada tahun 2024. Meski demikian, peperangan kontestasi politik akan dimulai pada tahun 2022.
“Jangan sampai hal ini masih dipelihara. Ini bisa merugikan kondusifitas partai. Apalagi ajang Pemilu 2024, ini sudah semakin dekat. Artinya 2022 ini harus bisa mensolidakan. Kalau belum solid akan dampak tersendiri bagi Demokrat,” katanya saat dihubungi, Ahad (12/9/2021).
Ia menuturkan, secara legalitas Demokrat dipimpin oleh AHY. Hal itu sudah ada dalam keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Tapi saya rasa ada belum kepuasan, ini menjadi ajang yang kurang mengenakan. Seharusnya ada rekonsiliasi antara kubu AHY dan Moeldoko,” tuturnya.
Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) itu menerangkan, jika persoalan ini tidak dapat diselesaikan, yang dirugikan Demokrat sendiri karena ada dua gerbong.
Di sisi lain, ada kemungkinan bahwa isu ini sebagai design untuk menaikan citra Demokrat atau AHY yang dipersiapkan untuk berkontestasi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Bisa jadi ini isu yang dimankan Demokrat, karena bisa jadi untuk menaikan elektabilitas. Kita bisa mengaca pada beberapa pergerakan politik yang dilakukan pak SBY itu menggunakan playing victim, mengangkat korban,” terangnya.
Menurutnya, ada kesulitan Demokrat memainkan isu untuk mengangkat elektabilitas lantaran posisinya ada di oposisi.
“Mengangkat isu Demokrat mereka bingung, karena posisinya di oposisi. Kinerja terkait pembangunan yang menyentuh masyarakat tidak ada, tidak signifikan,” paparnya.
Sehingga konflik internal dijadikan momentum agar perhatian publik fokus pada Demokrat.
“Ini ajang momentum bikin isu, kalau tidak ramai, orang tidak akan melihat itu. Makanya dijadikan momentum sehingga orang memperhatikan Demokrat,” ujarnya. (son)