Megapolitan

Parasetamol Tidak Diuji dalam Penelitian Pencemaran di Teluk Jakarta

INDOPOSCO.ID – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengatakan paracetamol tidak termasuk yang dicoba dalam penelitian kualitas air laut di Teluk Jakarta setiap 6 bulan sekali.

Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan DLH DKI Jakarta Yusiono mengatakan, penelitian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut ada 38 parameter yang merupakan indikator pencemaran lingkungan dan paracetamol itu tidak ada di dalam 38 parameter tersebut,”ucap Yusiono saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Karena itu, pihaknya tidak melakukan analisa terhadap isi paracetamol tersebut.

Saat ini pihaknya belum mengenali adanya paracetamol yang tinggi di perairan Teluk Jakarta. Namun terdapat sejumlah pengelompokan terkait kontaminasi air melampaui baku kualitas yang ditetapkan
.

“Namun untuk parasetamol ini karena tidak termasuk yang diatur, maka masih belum ada baku mutu yang ditetapkan,” ujar Yusiono.

Karena hal tersebut, pihaknya belum mengetahui tingkat bahaya yang ada pada manusia atau lingkungan karena masih diperlukan penelitian tambahan terkait penemuan tersebut.

“Dari penelitian yang lain atau dari referensi yang lain. Kadar yang ada tersebut berbahaya buat kesehatan manusia atau tidak,” katanya.

Adapun peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Zainal Arifin menyatakan, pihaknya belum dapat memastikan sumber pencemaran kadar paracetamol yang tinggi di perairan Teluk Jakarta.

Pencemaran yang terjadi tersebut belum tentu disebabkan dari Jakarta saja, namun ada kontribusi dari wilayah penyangga.

“Jadi karena ini di Teluk Jakarta, Pemda Jakarta mungkin, tapi enggak. Kita harus tahu bahwa kita peneliti hampir setuju bahwa 60 sampai 80 persen pencemaran itu datangnya dari daratan sumbernya dari daratan itu bisa sampai Bodetabek,” tutur Zainal.

Kendati begitu, dia menyebutkan ada tiga kemungkinan penyebab pencemaran parasetamol di perairan Jakarta. Seperti halnya gaya hidup hingga terkait obat-obatan kadaluarsa yang tidak terkontrol.

“Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan,” ujar Zainal.

Menurut Zainal, seharusnya pengelolaan limbah farmasi dari rumah sakit bisa optimal sehingga limbah yang terbuang ke lautan bisa minim terkontaminasi dengan zat paracetamol.

“Sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai,” ujar Zainal.

Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN) dan University of Brighton UK mengeluarkan hasil dari studi pendahuluan (preliminary study) mengenai kualitas air laut di beberapa situs terdominasi limbah buangan. Hasil studi tersebut dilansir dalam harian Marine Pollution Bulletin bertajuk” High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia”.

Hasil penelitian membuktikan bahwa beberapa patokan nutrisi seperti amonia, nitrat dan total fosfat, melampaui batasan baku kualitas air laut Indonesia. Tidak hanya itu, paracetamol ditemukan di 2 situs, yakni muara Sungai Angke (610 ng/L) dan muara Sungai Ciliwung Ancol (420 ng/L), keduanya di Teluk Jakarta.

Konsentrasi paracetamol yang cukup tinggi, meningkatkan kebingungan tentang resiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta. (mg4)

Back to top button