DPRD DKI Setuju Sanksi Pidana Pelanggar Prokes

INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth memperbolehkan adanya sanksi pidana untuk pelanggar aturan kesehatan Covid-19, akan tetapi hukuman tetap harus humanis serta memberi efek jera.
Sanksi pidana untuk protokol kesehatan (prokes) diatur dalam revisi Peraturan Daerah No 2 Tahun 2020 mengenai penanggulangan Covid-19.
“Saya sangat setuju adanya sanksi pidana, namun harus pidana yang efektif, humanis serta bertujuan untuk membina dan mampu memberi efek jera untuk pelaku dengan pola- pola serta konsep yang manusiawi serta bermanfaat berguna untuk pelaku,” ucap Kenneth di Jakarta, Kamis (29/7).
Tetapi, tutur dia, bukanlah kurungan( penjara) yang menjadi prioritas dalam sanksi pidana dalam revisi Perda Covid-19 tersebut. Sebab di sisi lain, untuk sebagian orang, penjara sering dijadikan solusi mengatasi masalah kehidupan akibat kesulitan hidup yang amat berat.
“Sehingga mereka merasa lebih nyaman serta aman di penjara,” tuturnya.
Bagi Kent, memberikan sanksi pidana penjara untuk pelanggar prokes merupakan kebijakan yang tidak humanis, sebab nanti masyarakat melanggar prokes dengan alasan mencari nafkah.
Beliau mengusulkan sebaiknya lebih cocok diberikan sanksi pidana yang lebih humanis serta memiliki manfaat.
“Harus lebih humanis serta mempunyai manfaat seperti menjadi satgas Covid-19 ataupun melayani pasien Covid-19 untuk waktu yang didetetapkan, agar para pelanggar prokes tahu jika Covid-19 itu nyata serta bisa menimbulkan efek jera untuk pelanggar tersebut,” tutur Kent.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam merevisi Peraturan Daerah No 2 Tahun 2020 mengenai penanggulangan Covid-19 juga menyelipkan 2 pasal baru. Salah satunya yakni Pasal 32A mengenai hukuman pidana 3 bulan penjara untuk siapa saja yang nekat berulang kali melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Sedangkan kategori dalam perspektif pidana tersebut, misalnya
tidak memakai masker, merupakan pelanggaran ringan tanpa adanya itikad jahat yang merupakan aksi melawan hukum administratif.
Bagi Kent, masalah penggunaan masker merupakan bentuk perbuatan” mala in prohibita”, bukan” mala in se”. Seseorang tidak memakai masker bukan kejahatan, akan tetapi hanya melanggar aturan yang dibuat dalam situasi khusus, dalam perihal ini mencegah penularan virus.
Ketika pendekatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih represif, itu akan menimbulkan gejolak di masyarakat yang memberikan dampak kurang baik pada ketaatan hukum, dibanding penggunaan masker. Misalnya, mereka akan bertindak melawan petugas, merusak dan lain- lain.
“Perlu adanya upaya- upaya yang bersifat preventif dalam mencegah penularan Covid-19 melalui beberapa bentuk penanggulangan, sesuai dengan peraturan perundang- undangan serta kebijakan pemerintah yang ada,” ucap dia.
Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD DKI Jakarta menetapkan Perda No 2 Tahun 2020 mengenai Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada November 2020 sebagai payung hukum Pemprov DKI Jakarta dalam menjalankan tanggung jawab memberikan perlindungan kesehatan pada masyarakat dari penyebaran Covid-19 dan melakukan pelindungan sosial serta pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19. (mg2)