Putusan MA Larang Pemerintah Ekspor Pasir Laut, LBH Muhammadiyah: Ini Sejarah Peradilan Lingkungan

INDOPOSCO.ID – Mahkamah Agung (MA) melarang pemerintah melakukan ekspor pasir laut ke luar negeri. Larangan tersebut diputuskan MA dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 5/P/HUM/2025 yang membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Kegiatan ekspor pasir laut dibuka kembali saat era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), yang ditutup oleh pemerintahan sebelumnya selama 20 tahun. “Kami menyampaikan apresiasi dan penghormatan sebesar-besarnya kepada MA atas terbitnya Putusan Nomor 5 P/HUM/2025,” ujar Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Advokasi Publik (AP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Taufiq Nugroho dalam keterangan, Sabtu (28/6/2025).
Ia menjelaskan, dalam putusannya, MA menyatakan bahwa Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) 32/2014 tentang Kelautan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Putusan ini adalah tonggak penting dalam sejarah peradilan lingkungan Indonesia, karena menegaskan bahwa kebijakan pengelolaan laut, termasuk penambangan pasir laut, tidak boleh dilakukan atas nama ekonomi semata, melainkan harus tunduk pada prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan perlindungan ekosistem pesisir yang rentan,” terangnya.
Mahkamah Agung dalam putusannya, masih ujar Taufiq, mempertimbangkan aspek legal standing dari pemohon uji materiil, seorang warga negara yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Disebutkan, Mahkamah Agung mengakui bahwa warga negara berhak mengajukan keberatan atas peraturan yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan ruang hidup publik,” ungkapnya.
Karena itu, lanjut dia, putusan ini juga memperlihatkan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan penataan kebijakan lingkungan berbasis ilmu pengetahuan. Mahkamah Agung menyoroti bahwa regulasi pemerintah justru mengaburkan perbedaan antara sedimentasi laut (lumpur) dan pasir laut, serta membuka celah legalisasi penambangan pasir laut skala besar yang berorientasi ekspor, bertentangan dengan semangat pelestarian.
Atas dasar itu, ia mendesak pemerintah segera mencabut seluruh izin tambang laut dan izin turunan dari PP 26/2023 yang telah dibatalkan MA. Juga menghentikan total eksploitasi pasir laut, khususnya di wilayah pulau-pulau kecil dan pesisir adat.
Juga, sambung dia, Pemerintah harus menegakkan UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan komitmen terhadap pelestarian sumber daya laut. Dan menghitung ulang strategi pengelolaan ZEE dengan memastikan bahwa seluruh pulau-pulau kecil tetap utuh secara fisik, ekologis, dan hukum.
“Harapan kami, MA dapat melakukan kontrol secara obyektif, dengan pertimbangan hukum yang rasional-cerdas berhati nurani dan predictable dengan logika hukum mainstream terkait produk-produk hukum yang diterbitkan Pemerintah,” ucapnya.
“Karena problem ini sungguh sangat kompleks bukan hanya di Pusat, namun juga di daerah, seringkali menjadi instrument legal untuk melanggengkan kepentingan pragmatis di saat yang sama merugikan kepentingan rakyat dan Negara,” imbuh Taufiq.
Sekretaris LBH AP PP Muhammadiyah Ikhwam Fahrojih menambahkan, agar ke depan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU dapat dilakukan melalui persidangan yang terbuka, sehingga menumbuhkan partisipasi publik yang lebih kuat dan luas. Dan memperkecil potensi penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan pruduk hukum.
“Kami menolak pengelolaan laut yang berorientasi pada kepentingan korporasi dan mengancam kehidupan nelayan tradisional serta ekosistem laut,” katanya.
“Pengelolaan laut harus berorientasi pada kepentingan rakyat dan lingkungan,” imbuhnya.
Diketahui, dalam pertimbangannya majelis Hakim MA menilai, kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut tersebut dapat dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut. Pasal 56 UU Kelautan tidak mengatur mengenai penambangan pasir laut untuk kemudian dijual.
Menurut MA, penambangan pasir laut justru bertolak belakang dengan maksud pasal 56 UU Kelautan. Pertimbangan tersebut rasional-berhati nurani, semoga mencerminkan semangat baru untuk mempertegas kembali Independensi Kekuasaan Kehakiman dari campur tangan penguasa dan pengusaha, sehingga MA kembali menjadi harapan rakyat Indonesia. (nas)