Pengamat: Mencampuradukkan Antara Jabatan Politis dan Kepala Negara Tak Dapat Dibenarkan

INDOPOSCO.ID – Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyesalkan, pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan presiden boleh berkampanye dan memihak dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024. Sebab, didampingi Menteri Pertahanan sekaligus capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.
“Lebih bahaya lagi, ketika Jokowi bicara boleh kampanye dan boleh memihak itu ia lakukan dihadapan dan dikelilingi tentara,” kata Ubedilah melalui gawai, Jakarta, Jumat (26/1/2024).
Ia mengingatkan, agar Presiden Jokowi tidak cawe-cawe terlalu jauh dalam kontestasi Pilpres 2024. Tentu akan menuai beragam polemik di tengah masyarakat.
“Mencampuradukan antara jabatan politis, kepala negara dan kepala pemerintahan itu tidak dapat dibenarkan, itu bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang, abuse of power,” nilainya.
Dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sangat jelas diatur agar tidak mencampuradukan kewenangan.
“Mencampuradukkan wewenang itu, sama saja bekerja di luar ruang lingkup bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan/atau bertentangan dengan tujuan yang diamanahkan oleh wewenang tersebut,” imbuhnya.
Presiden Jokowi menyatakan, bahwa seorang kepala negara diperbolehkan melakukan kampanye saat Pemilu. Juga boleh memihak pasangan calon tertentu.
“Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” tutur Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024) kemarin.
Paling penting, dalam berkampanye tentu tidak boleh menggunakan fasilitas negara. “Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini nggak boleh, berpolitik nggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh,” imbuh Jokowi. (dan)