Headline

Waspada, Akhir Tahun Ini, La Nina Ancam Sektor Pertanian-Perikanan

INDOPOSCO.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika(BMKG) menyatakan sektor pertanian dan perikanan diprediksi rawan oleh La Nina di penghujung 2021. Karenanya, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengimbau pemerintah harus berikan perhatian lebih di kedua sektor tersebut.

“Dampaknya akan mengancam ketahanan pangan karena berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama dan penyakit tanaman, serta juga mengurangi kualitas produk karena tingginya kadar air,” ungkapnya dalam Rapat Koordinasi Nasional( Rakornas) Sekolah Lapang, di Jakarta, Kamis (28/10/2021).

Di sektor perikanan, tuturnya, pasokan ikan akan menurun drastis akibat nelayan tidak bisa berlayar. Andaikan berlayar, tutur ia, maka hasil tangkapannya tidak akan maksimal karena tingginya gelombang dan mempengaruhi hasil laut di pasaran yang mengarah mahal.

La Nina, tutur Dwikorita, kejadian mendinginnya suhu muka laut(SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batasan wajarnya.

Kondisi ini mempengaruhi perputaran udara global yang menyebabkan udara lembab mengalir lebih kuat dari Samudra Pasifik ke arah Indonesia.

Akhirnya, Indonesia banyak tercipta awan dan diprediksi kondisi ini bisa meningkatkan curah hujan sebagian besar wilayah Tanah Air.

BMKG telah menghasilkan peringatan dini terhadap ancaman datangnya La Nina menjelang akhir tahun ini. Berdasarkan monitoring terhadap kemajuan terkini dari data suhu dataran laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, membuktikan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batasan La Nina, ialah-0.61 pada dasarian I Oktober 2021.

Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang dan Indonesia harus segera bersiap menyambut La Nina yang diprakirakan berjalan dengan keseriusan lemah- sedang, setidaknya hingga Februari 2022.

Berdasarkan peristiwa La Nina 2020, hasil kajian BMKG membuktikan bahwa curah hujan mengalami peningkatan pada November- Desember- Januari, terutama di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan, maka La Nina tahun ini diprediksikan relatif sama dan akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20-70 persen di atas wajarnya.

BMKG juga telah memprakirakan bahwa sebagian wilayah Indonesia yang akan memasuki periode musim hujan mulai Oktober ini, mencakup wilayah Aceh bagian timur, Riau bagian tenggara, Jambi bagian barat, Sumatera Selatan bagian tenggara, Bangka Belitung, Banten bagian barat, Jawa Barat bagian tengah, Jawa Tengah bagian barat dan tengah, sebagian D. I. Yogyakarta dan sebagian kecil Jawa Timur, Kalimantan Tengah bagian timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

Beberapa wilayah Indonesia lainnya, akan memasuki musim hujan pada November hingga Desember 2021 secara berangsur- angsur dalam waktu yang tidak berbarengan.

Secara umum, sampai dengan November 2021 diprakirakan 87,7 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan, pada akhir Desember 2021, BMKG memprakirakan 96,8 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan.

“Sebagai langkah mitigasi guna meminimalkan risiko, BMKG terus melakukan Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN). Karena meski La Nina adalah ancaman, namun di sisi lain ada hal positif yang juga dibawa,” ujarnya dalam keterangannya dilansir Antara.

Di antaranya bagi petani, katanya, La Nina menyediakan pasokan air yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian, sedangkan bagi pekerja di sektor kelautan, La Nina membuat perluasan area pasang surut wilayah pesisir yang dimanfaatkan oleh nelayan tambak budi daya dan garam.

Hasilnya, Dwikorita mencontohkan, SLI yang digelar di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah pada Juni 2020 di mana panen bawang dengan demontration plot (demplot) SLI menghasilkan produk berkualitas.

“Begitu juga dengan aktivitas kegiatan SLCN yang ternyata memiliki dampak cukup baik terhadap perubahan pola pikir nelayan. Nelayan yang sudah mengaplikasikan ‘update’ informasi cuaca maritim secara rutin dapat terhindar dari kecelakaan akibat angin kencang dan hujan badai siklon tropis Seroja,” ungkapnya.

Untuk itu, ia mengajak para pengelola kebutuhan berikan dukungan pengembangan SLI/SLCN di wilayahnya. Perihal ini akan memantulkan bahwa pendampingan terhadap petani dan nelayan akan menjadi aksi kolektif-kolaboratif berplatform kemitraan yang sebanding ialah kemitraan pemerintah- publik- swasta dengan semangat gotong royong.

BMKG juga membuat“Brigade La Nina” bersama Kementerian Pertanian dan jaringan alumni SLI yang ada di seluruh Indonesia. Harapannya, seluruh pembaruan kemajuan cuaca dan iklim ataupun peringatan dini dapat langsung terhambur dan diperoleh masyarakat guna meminimalisasi dampak kerugian yang dapat ditimbulkan.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko mengatakan sejak diselenggarakan 2015, SLI telah menemukan pengakuan World Meteorological Organization(WMO) dan referensi jurnal ilmiah. Sejak kali pertama diselenggarakan 2011, terdapat 15.300 alumni SLI di 540 lokasi di 33 provinsi.

“Sekolah Lapang Iklim (SLI) merupakan salah satu teknik adaptasi perubahan iklim yang memfasilitasi peningkatan literasi iklim dan terbukti diikuti dengan peningkatan panen hingga 30 persen,” imbuhnya.

Urip mengatakan SLCN juga memiliki kisah sukses lain. Sejak dihelat 2016, terdapat 6.358 alumnus dari komunitas nelayan yang memiliki keterampilan mengakses informasi cuaca maritim dan peringatan dini. Pasca-SLCN, peserta juga mampu membentuk Komunitas Online Nelayan yang menerima informasi cuaca maritim dari BMKG. (mg4)

Back to top button