Gaya Hidup

Membangun Ekosistem Kewirausahaan, Melestarikan Batik Rifaiyah

INDOPOSCO.ID – Batik, simbol warisan budaya Indonesia, terus memikat dunia dengan desainnya yang kompleks, penuh makna dan kaya budaya. Di antara sekian banyak motif batik yang tumbuh subur di Nusantara, batik Rifaiyah asal Kab. Batang, Jawa Tengah, memiliki keunikan yang membuatnya istimewa. batik Rifaiyah berakar pada budaya Islam tarekat Rifaiyah yang berkembang di daerah Batang, berakulturasi dengan budaya Tiongkok sejak abad 19. Batik Rifaiyah dibuat sambil melantunkan sholawat, menjadikan setiap goresan malam sebagai bentuk dzikir yang memuliakan Yang Maha Kuasa.

Saat ini, batik Rifaiyah berada di persimpangan jalan dan dalam ancaman kepunahan. Batik Rifaiyah sulit bertahan di tengah persaingan yang ketat dan semakin sedikit pengrajin yang mau serta mampu melestarikan. Lebih miris, sangat sedikit generasi muda, yang menunjukkan minat untuk terus melestarikan batik ini. Alasannya beragam, tetapi satu yang menonjol, yaitu menjadi pembatik Rifaiyah dipandang sebagai profesi yang tidak menjanjikan secara ekonomi

Membuat satu helai batik Rifaiyah bisa memakan waktu empat hingga enam bulan, dengan biaya bahan baku sekitar Rp 500.000. Mirisnya, sehelai kain batik penuh makna budaya itu hanya dibanderol antara Rp 2,5 Juta hingga Rp 3 Juta rupiah. Dengan harga serendah ini pembatik masih harus menghadapi penjualan yang tidak pasti. Bagi generasi muda, menjadi pembatik seperti ini tentu bukan hal yang dicita-citakan.

Tantangan Pelestarian Batik Rifaiyah
Tanpa intervensi, bukan tidak mungkin batik Rifaiyah akan hilang, dan menjadi peninggalan masa lalu. Saat ini intervensi seringkali dilakukan hanya dari sisi produksi, tetapi luput dalam membangun ekosistem kewirausahaan dan aspek bisnis. Padahal, jika batik Rifaiyah mampu masuk dan bersaing dalam pasar sebagai produk dengan nilai jual tinggi, generasi muda akan tertarik untuk menjadi pembatik. Dengan sendirinya kelestarian batik Rifaiyah akan terjadi.

Banyak tantangan dalam membangun ekosistem kewirausahaan batik Rifaiyah. Tantangan terbesar adalah membangun pola pikir kewirausahaan para pembatik. Pembatik yang sebagian besar sudah berumur, secara tradisional, hanya berfokus pada produk batik mereka. Pengrajin seringkali mengabaikan atau tidak paham keinginan pasar. Inovasi, orientasi pelanggan dan penciptaan nilai tambah bukanlah sesuatu yang mudah untuk dipahami dan dilakukan.

Saat ini batik Rifaiyah hadir di pasar hanya sebagai produk kain batik pada umumnya yang berlomba menawarkan “harga bersaing” sebagai keunggulannya. Batik Rifaiyah membutuhkan inovasi dalam desain, teknik produksi, variasi produk dan strategi pemasaran. Dengan memadukan motif tradisional dengan estetika kontemporer, batik Rifaiyah dapat menawarkan nilai yang tinggi bagi konsumen. Kolaborasi dengan desainer, influencer, dan beragam pemangku kepentingan akan meningkatkan kehadirannya di pasar nasional, global dan terutama di dunia maya. Pada saat yang sama, cerita, sejarah dan makna harus menjadi elemen sentral dari nilai produk batik Rifaiyah, menjadi “value proposition” dalam pemasaran. “Harga yang bersaing” tidak boleh lagi menjadi penawaran utama dalam pemasaran batik Rifaiyah, karena dengan strategi yang tepat batik Rifaiyah bukan hanya sehelai “kain” melainkan representasi karya budaya penuh nilai relijiusitas.

Di era digital saat ini, pasar online menawarkan potensi besar untuk batik Rifaiyah. Namun, kehadiran batik Rifaiyah dalam dunia online saat ini sangat terbatas. Seluruh cerita, makna dan nilai-nilai yang ada pada batik Rifaiyah seakan hanya diketahui dan berkembang di daerah Batang, tidak dapat diakses secara online oleh dunia.

Membangun Ekosistem Kewirausahaan untuk Melestarikan Batik Rifaiyah Dengan kompleksitas tantangan dan peluang, sangat jelas bahwa komunitas pembatik Rifaiyah tidak mungkin mengelolanya sendiri. Mereka membutuhkan dukungan beragam pemangku kepentingan. Ekosistem kewirausahaan dapat menjadi solusi. Ekosistem kewirausahaan ini menjadi “Hub” dan “pusat keunggulan” yang didalamnya terdapat banyak pihak yang saling bersinergi, seperti komunitas pembatik, pengusaha lokal, perusahaan besar, media, Sekolah Menengah Kejuruan, universitas dan terutama pemerintah.

Ekosistem ini berperan untuk secara sistematis membangun pola pikir kewirausahaan, membuka saluran pemasaran baru, meningkatkan keterampilan produksi, branding dan terutama membuat batik Rifaiyah menjadi semakin relevan dengan pasar. Ekosistem dalam bentuk komunitas juga menciptakan daya tawar kolektif, akses ke sumber daya, dan platform untuk berbagi praktik terbaik. Inisiatif semacam itu memperkuat posisi batik Rifaiyah di pasar yang pada akhirnya akan melestarikan batik Rifaiyah bersama seluruh nilai-nilai luhur budaya dan relijiusitas yang terkandung di dalamnya.

(Jonathan Gultom-Dosen Kewirausahaan Podomoro University/ (ibs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button