Ekonomi

Mengintip Transformasi Industri Harita Nickel, ESG Menjadi Nafas Baru

INDOPOSCO.ID – Isu keberlanjutan dan tanggung jawab sosial menjadi salah satu sorotan utama dalam industri tambang mineral di Indonesia. Obrolan tentang nikel tidak lagi sekadar berbicara tonase produksi, nilai ekspor atau target hilirisasi nasional.

Ada satu kata kunci yang mengemuka dan perlahan menjadi nafas baru bagi industri tambang mineral di Indonesia, yakni ESG (Environmental, Social and Governance). Hal ini yang kemudian menjadi atensi khusus dari Harita Nickel.

Community Affairs General Manager Harita Nickel, Dindin Makinudin menjelaskan tambang tidak lagi sekadar mengeruk perut bumi. Ini disampaikan Dindin di hadapan para akademisi, pelaku industri, hingga regulator.

Ia menegaskan investor dan bank saat ini menuntut lebih dari sekadar profit. Mereka menuntut tanggung jawab.

“ESG kini jadi pertimbangan dalam keputusan berinvestasi,” ujar Dindin, dalam diskusi yang digelar Energy Editor Society (E2S) dengan tema Uncovering ESG Transformation in Indonesia’s Nickel Mining Industry di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Menurutnya, tren ini terus menguat. Industri jasa keuangan ingin memastikan investasi mereka aman dan memberikan kinerja yang lebih baik, bukan justru menimbulkan konflik atau merusak lingkungan.

Jika menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Halmahera Selatan melonjak sejak adanya aktivitas hilirisasi nikel di sana pada 2016. Kini, 54,59 persen PDRB Halmahera Selatan berasal dari industri pengolahan.

“Pertumbuhan ekonomi stabil tumbuh. Industri pengolahan sangat dominan mendorong perekonomian lokal. Artinya, hilirisasi sukses memantik pertumbuhan ekonomi di Halmahera Selatan,” ujar Dindin.

Namun, pertumbuhan ekonomi bukan hanya angka di atas kertas. Di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, kebutuhan beras mencapai 20 ribu sak per bulan, ayam potong sekitar 22 ribu kilogram, belum termasuk ikan dan bahan pangan lainnya. Ratusan pedagang kecil dan pelaku usaha lokal merasakan denyut perputaran ekonomi itu.

“Tidak hanya peluang kerja, tapi juga membuka peluang berusaha. Harapannya hubungan ini menjadi harmonis dan saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat,” katanya.

Hingga kini, Harita Nickel mencatat telah melahirkan 729 wirausahawan binaan, dengan perputaran ekonomi lokal mencapai Rp14 miliar setiap bulan.

Kendati demikian, ESG bukan hanya tentang ekonomi, tapi juga tentang menjaga kelestarian lingkungan dan tata kelola perusahaan yang transparan.

Demi itu, Harita Nickel melakukan langkah yang terbilang berani, yakni menjalani audit sukarela dari Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), standar pertambangan global paling ketat di dunia. Audit IRMA dilakukan oleh SCS Global Services, firma audit independen yang disetujui IRMA.

Prosesnya meliputi dua tahap, kajian dokumen yang dimulai Oktober 2024 dan audit lapangan pada April 2025. Lebih dari 400 persyaratan standar IRMA ditinjau, dengan menggali informasi dari masyarakat sekitar, pejabat publik, perwakilan tenaga kerja, hingga pihak berkepentingan lainnya.

Dengan langkah ini, Harita Nickel menjadi perusahaan tambang dan pemrosesan nikel terintegrasi pertama di Indonesia yang diaudit IRMA.

“Komitmen untuk menyelaraskan industri nasional dengan standar global tidak hanya memastikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan, tapi juga menunjukkan industri nikel nasional selaras dengan standar kepatuhan tertinggi di dunia,” jelas Dindin. (rmn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button