Kelola Aset Hingga Rp14.700 Triliun, CBC: Jangan Pilih Pemimpin dan Pengawas BPI Danantara ‘Kucing dalam Karung’

INDOPOSCO.ID – Jelang peresmian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025, beredar banyak nama calon pemimpin di lembaga baru tersebut. Maklumlah, lembaga ini sangat strategis karena mengelola aset 7 BUMN kakap senilai Rp14.700 triliun.
Direktur Center For Banking Crisis (CBC), Ahmad Deni Daruri mengingatkan pemerintah untuk tak salah pilih pemimpin BPI Danantara.
“Di dunia, pemimpin yang sukses dalam mengelola dana kekayaan negara, seperti Danantara memiliki beberapa karakteristik utama. Jadi jangan seperti pilih kucing dalam karung,” kata Deni dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Deni membeberkan sejumlah karakteristik tokoh yang layak memimpin BPI Danantara. Misalnya, memiliki visi jangka panjang yang jelas untuk pertumbuhan dan strategi investasi dana kekayaan negara.
“Mereka harus mampu melihat peluang investasi yang menguntungkan dan berkelanjutan di berbagai sektor dan negara. Pemimpin ini memiliki pengetahuan keuangan yang kuat dan keahlian dalam membuat keputusan investasi yang informatif,” kata pengamat keuangan ini.
Selain itu, lanjutnya, pimpinan BPI Danantara harus memiliki kemampuan analisis tren pasar dan mengidentifikasi risiko serta peluang investasi.
Pemimpin BPI Danantara juga harus bisa menjaga standar etika yang tinggi dan transparansi dalam operasi mereka.
“Memastikan semua keputusan investasi dilakukan dengan integritas dan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Deni.
Karakteristik lainnya, kata Deni, mampu menginspirasi dan memimpin tim untuk mencapai tujuan dana kekayaan negara.
“Memberikan arahan yang jelas, motivasi, dan dukungan kepada anggota tim untuk mencapai kinerja terbaik,” imbuhnya.
Fungsi dewan pengawas BPI Danantara, kata Deni, tak kalah pentingnya. Perlu beberapa kakrakteristik agar pengawasan lembaga beraset tebal ini, bisa optimal.
“Harus memiliki integritas dan etika. Penting untuk menghindari konflik kepentingan,” jelas Deni.
Untuk menjadi pengawas BPI Danantara, menurut Deni, harus punya keahlian sektor keuangan dan investasi. Serta memiliki kemampuan analitik mumpuni, serta cakap dalam pengambilan keputusan.
“Ini penting untuk mengevaluasi kinerja dan mengambil keputusan berdasarkan data yang akurat. Dan Masih banyak karakteristik lainnya,”imbuhnya.
Selain itu, Deni juga memberikan pembandingan atau benchmarking yang cocok bagi Danantara berdasarkan ringkasan dari kriteria corporate governance dari empat institusi investasi besar.
“Pertama, BlackRock yang menekankan transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab dalam pengelolaan aset. Kedua, The Vanguard Group, fokus pada pengelolaan risiko dan kepatuhan hukum,” ucapnya.
Ketiga, lanjut Deni, state street global advisors menekankan pada akuntabilitas dan tanggung jawab sosial. “Mereka memiliki kebijakan yang kuat terkait dengan pengelolaan risiko, pengawasan, dan tanggung jawab sosial dan keempat China Investment Corporation (CIC) yang memiliki struktur manajemen yang jelas dan mekanisme pengawasan yang kuat,” pungkasnya.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto akan meluncurkan BPI Danantara pada Senin (24/2/2025) mendatang. Danantara sudah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru yang disahkan pada 4 Februari 2025 lalu.
Dalam aturan tersebut, Presiden akan memiliki wewenang menentukan kepala Danantara. Orang yang dipilih Prabowo nantinya akan memimpin holding investasi BUMN tersebut.
Menurut Pasal 3AD revisi tersebut, direksi Danantara terdiri dari 1 direktur utama dan 1 atau lebih anggota direksi. Awalnya, Prabowo sempat melantik mantan ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman Hadad, menjadi Kepala Danantara pada 22 Oktober 2024 lalu. Pengangkatan Muliaman dan wakilnya, Djenod Daeng Manyambeang, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 142/P Tahun 2024 yang diteken Prabowo.
Namun, Muliaman kini berpeluang tergeser dari dewan direksi Danantara setelah UU BUMN berlaku. Sebabnya, salah satu syarat menjadi direksi Danantara adalah batas usia paling tinggi 60 tahun saat pelantikan pertama. Saat ini, Muliaman berusia 64 tahun.
Selain batas usia, UU BUMN yang baru juga mengatur sejumlah syarat lainnya untuk direksi BPI Danantara. Berdasarkan naskah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN), berikut persyaratan Direksi BPI Danantarayang diatur dalam Pasal 3AE:
(1) Untuk dapat diangkat sebagai Direksi Holding Investasi, seseorang harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. mampu melakukan perbuatan hukum;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan
pertama;
e. bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
f. memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi,
keuangan, perbankan, hukum dan/atau manajemen perusahaan
paling singkat 15 (lima belas) tahun;
g. tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana
kejahatan;
h. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus
perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
i. tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang
investasi dan bidang lain berdasarkan ketentuan peraturan.
(2) Direksi Holding Investasi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
a. anggota Direksi Holding Investasi yang lain;
b. anggota Dewan Komisaris Holding Investasi;
c. pegawai Holding Investasi;
d. dewan pengawas Badan; dan/atau
e. badan pelaksana Badan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Direksi Holding Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan larangan Direksi Holding Investasi sebagaimana di maksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Masa jabatan direksi BPI Danantara akan berakhir jika yang bersangkutan meninggal dunia, diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, atau masa jabatannya berakhir. Dewan Komisaris BPI Danantara juga bisa memberhentikan anggota direksi dengan berbagai alasan, termasuk pelanggaran etika. (dil)