INDOPOSCO.ID – Eskalasi konflik internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kini berada di titik nadir. Situasi kian mengkhawatirkan itu memicu desakan masif untuk mengevaluasi kepemimpinan tertinggi organisasi guna menyelamatkan keutuhan jam’iyah dari risiko perpecahan lebih dalam.
Gerakan Kebangkitan Baru Nahdlatul Ulama (NU) secara tegas meminta Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf untuk mundur dari jabatannya. Kepemimpinan PBNU diminta diserahkan kepada Ahlul Halli Wal Aqdi sebagai langkah penyelesaian konflik dinilai paling bijak.
Inisiator Gerakan Kebangkitan Baru NU Herry Haryanto Azumy menilai, penyerahan mandat tersebut merupakan jalan keluar yang paling rasional dan beradab untuk mengakhiri perbedaan yang menggerus soliditas organisasi.
“Kami meminta secara hormat kepada yang mulia Rais Aam PBNU dan Ketum (Ketua Umum) untuk menyerahkan mandat organisasi kepada Ahlul Halli Wal Aqdi, karena ini adalah cara terbaik untuk keluar dari konflik dan perbedaan,” ucap Herry di Jakarta dikutip Sabtu (20/12/2025).
Menurutnya, konflik internal yang dibiarkan tanpa penyelesaian tuntas berpotensi membawa dampak serius bagi masa depan NU. Padahal NU memiliki peran strategis yang jauh melampaui urusan internal organisasi, sehingga perpecahan tidak boleh dibiarkan berlarut.
“Kalau kita tidak bisa keluar dari perbedaan ini dengan baik, maka kita sedang membahayakan masa depan organisasi, kita membahayakan umat, kita membahayakan bangsa dan negara,” ucap Ketua PP ISNU itu.
Oleh karena itu, Herry mengajak seluruh jajaran pengurus NU, dari tingkat wilayah hingga cabang mengedepankan kepentingan organisasi dan mengikuti arahan Ahlul Halli Wal Aqdi sebagai mekanisme penyelesaian konflik yang sah dan bermartabat.
“Kami menyerukan segenap jajaran pengurus NU, dari wilayah sampai cabang, untuk bersama-sama mencari solusi terbaik yaitu dengan ikut arahan dari Ahlul Halli Wal Aqdi,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar seluruh elemen NU menutup rapat peluang terjadinya dualisme kepengurusan. Menurutnya, perpecahan struktural hanya akan memperdalam krisis dan menjauhkan NU dari khittah perjuangannya.
“Jangan ada dualisme kepengurusan, jangan biarkan kesempatan terjadi dualisme, jangan dukung dualisme, karena sejatinya kita sama saja mendukung perpecahan organisasi,” pesannya.
Desakan ini menjadi sinyal kuat adanya kerinduan arus bawah akan solusi konkret yang memprioritaskan persatuan. Evaluasi tersebut dipandang sebagai langkah krusial memulihkan marwah PBNU serta menjaga peran strategisnya bagi umat dan bangsa. (dan)









