INDOPOSCO.ID – Di tengah linimasa yang gaduh, ketika perhatian publik mudah terseret oleh sensasi, suara berbeda datang dari Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur Ali Mahdi. Ia menilai isu yang menyeret nama mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo dengan artis Davina Karamoy bukan hanya rapuh secara fakta, tetapi juga berbahaya bagi kesehatan ruang publik, terutama saat bangsa ini tengah diuji bencana alam di Sumatera.
Menurut Habib Syakur, pusaran isu tersebut berdiri di atas spekulasi, bukan verifikasi. Ia menekankan, bahkan pihak yang disebut dalam isu telah merespons secara terbuka dengan kebingungan, sebuah penegasan bahwa tuduhan yang beredar tidak memiliki pijakan jelas.
“Apa yang perlu diklarifikasi? Aku pun bingung,” ujar Habib Syakur kepada awak media, pada Minggu (14/12/2025), yang mengutip pernyataan Davina belum lama ini.
Bagi Habib Syakur, kalimat singkat itu justru menjadi kunci bahwa tidak ada konfirmasi, tidak ada bukti, dan tidak ada pernyataan resmi yang menguatkan narasi liar. Yang ada, kata dia, hanyalah pola lama yang berulang, ketika empati publik seharusnya tertuju pada korban banjir, longsor, dan dampak kemanusiaan lain di Sumatera, perhatian justru dialihkan ke gosip personal.
“Ini pola lama. Ketika publik seharusnya fokus pada penderitaan rakyat akibat bencana di Sumatera, justru dimunculkan isu sensasional, gosip artis, dan tuduhan personal untuk mengaburkan empati publik,” kata Habib Syakur.
Ia mengingatkan, membesarkan isu tanpa dasar bukan sekadar tindakan tidak etis, melainkan berpotensi menjadi pembunuhan karakter. Ruang publik, lanjutnya, akan rusak jika rumor pribadi dicampuradukkan dengan nama pejabat negara tanpa verifikasi yang ketat.
“Publik harus cerdas. Jangan sampai energi bangsa habis untuk isu murahan, sementara saudara-saudara kita sedang berjuang menghadapi banjir, longsor, dan dampak kemanusiaan lainnya,” tegasnya.
Habib Syakur lalu menarik benang merah nilai moral dan spiritual. Dalam ajaran Islam, penyebaran informasi tanpa tabayyun adalah larangan tegas.
Tak berhenti di situ, Habib Syakur mengutip peringatan Nabi Muhammad tentang bahaya menyampaikan setiap kabar tanpa klarifikasi. Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan, “Cukuplah seseorang dikatakan berdusta jika ia menceritakan setiap apa yang ia dengar.”
Menurutnya, nilai kehati-hatian, tanggung jawab moral, dan etika berbicara harus kembali menjadi kompas di era digital. “Jangan karena ingin viral, lalu akal sehat dan nurani ditinggalkan. Hoaks bukan sekadar kesalahan informasi, tapi bisa menjadi kezaliman terhadap orang lain,” tambahnya.
Ia pun mengajak media, influencer, dan masyarakat luas untuk menahan diri—tidak ikut memperbesar isu yang tak memiliki kepentingan publik. Fokus bangsa, tegasnya, semestinya diarahkan pada agenda kemanusiaan: solidaritas sosial, bantuan nyata, dan keberpihakan pada korban bencana.
Pada akhirnya, seruan itu sederhana namun mendalam, dimana bangsa yang besar bukan yang paling ramai oleh gosip, melainkan yang paling sigap merawat empati. Di tengah badai sensasi, nurani publiklah yang seharusnya memimpin arah. (her)









