INDOPOSCO.ID – Pemerintah terus memperkuat fondasi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional melalui berbagai terobosan kebijakan yang adaptif di tengah dinamika global. Langkah ini salah satunya diwujudkan melalui penguatan kerangka regulasi dan optimalisasi peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen katalis pembangunan.
Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan bahwa sejalan dengan penguatan kerangka regulasi, pemerintah juga mengakselerasi fungsi APBN untuk menjaga kestabilan sektor keuangan dan mendorong ekonomi riil. Salah satu inovasi kebijakan yang ditempuh adalah penempatan dana pemerintah di perbankan guna memperkuat likuiditas dan mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif.
Skema penempatan dana ini dirancang agar perbankan memiliki ruang yang lebih luas dalam memberikan pembiayaan, terutama kepada sektor-sektor yang menjadi motor pertumbuhan, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta berbagai proyek strategis nasional.
“Penempatan dana pemerintah di perbankan dirancang untuk mempercepat perputaran ekonomi. Dengan likuiditas yang memadai, perbankan dapat lebih leluasa menyalurkan pembiayaan, sehingga aktivitas ekonomi di pusat maupun daerah dapat meningkat dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) SPSK, Masyita Crystallin dalam keterangannya, dikutip pada Jumat (5/12/2025).
Dari perspektif nasional, pemerintah menyoroti pentingnya penguatan sektor keuangan di daerah, dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai contoh konkret. Perekonomian DIY tumbuh di atas rata-rata nasional, didukung oleh sektor manufaktur, konstruksi, pertanian, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Basis UMKM yang besar menunjukkan ekonomi rakyat yang dinamis. Agar potensi ini semakin berkembang, diperlukan akses yang lebih luas terhadap produk dan layanan keuangan—mulai dari tabungan, pembiayaan, asuransi, hingga program pensiun.
“Yogyakarta memiliki ekosistem ekonomi yang kaya, mulai dari UMKM, sektor kreatif, hingga pendidikan. Tantangan sekaligus peluang ke depan adalah memastikan potensi ini terhubung dengan sektor keuangan, sehingga pelaku usaha dan pekerja di DIY dapat semakin berkembang dan terlindungi,” terangnya.
Masyita juga menjelaskan bagaimana instrumen keuangan negara, seperti Sukuk Negara (Surat Berharga Syariah Negara / SBSN), telah berkontribusi membiayai berbagai proyek strategis di DIY, termasuk infrastruktur transportasi dan pengelolaan lingkungan. Ke depan, instrumen seperti obligasi daerah dapat menjadi alternatif pembiayaan bagi pemerintah daerah yang memiliki kapasitas fiskal dan tata kelola yang baik.
“SBSN dan obligasi daerah memberikan opsi pembiayaan yang transparan dan akuntabel untuk proyek-proyek prioritas. Bagi daerah, ini adalah cara untuk mempercepat pembangunan sekaligus memperkuat kemandirian fiskal,” kata Masyita.
Lebih lanjut, Masyita menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045 sangat ditentukan oleh kemampuan mengelola sektor keuangan sebagai mitra strategis pembangunan. Sinergi antarotoritas, mulai dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian Keuangan, bersama pelaku usaha dan masyarakat, disebut sebagai kunci untuk mewujudkan sektor keuangan yang kokoh dan berdaya saing.
“Mesin pertumbuhan, mulai dari fiskal, sektor swasta, dan sektor keuangan harus bergerak selaras. Dengan sektor keuangan yang terus diperkuat, kita bukan hanya menjaga stabilitas hari ini, tetapi juga menyiapkan landasan kokoh bagi generasi mendatang,” tambahnya.
Dengan berbagai langkah terukur tersebut, pemerintah optimistis fondasi sektor keuangan nasional akan semakin tangguh, inklusif, dan responsif terhadap kebutuhan pembangunan, sehingga mampu mengawal Indonesia menuju puncak kemajuan pada 2045. (her)









