INDOPOSCO.ID – Di antara teduhnya pepohonan komplek Puhsarang di kaki Gunung Wilis berdiri bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai ruang pertemuan antara iman, budaya, dan alam. Puhsarang dikenal luas sebagai pusat ziarah Katolik yang menjadi salah satu daya tarik Jawa Timur.
Terletak 10 kiometer dari pusat kota Kediri, di balik keindahan arsitektur batu dan ketenangan kekhidmatan ketika menapaki komplek Puhsarang, tersimpan napas Tanah Jawa yang hidup dan berdenyut bersama setiap langkah peziarah yang datang. Tempat ini bukan sekadar lokasi, melainkan ruang spiritual alami di mana manusia, alam, dan Sang Pencipta seolah menyatu dalam satu bahasa: bahasa keheningan.
Plaza Santa Maria tidak pernah lengang. Berdiri dengan pekarangan yang luas, tempat ini bukan sekadar ruang doa, melainkan tempat di mana manusia dan alam seolah berbicara dalam bahasa yang sama hening, lembut, dan sarat makna.
Patung Bunda Maria di tengah seolah menjadi poros setiap aktivitas di Plaza ini. Langkah terasa lebih teduh dan ringan begitu memasuki pekarangan Plaza. Banyak yang percaya, saat matahari tenggelam dan cahaya senja menyentuh wajah sang Bunda, doa-doa yang tersangkut di udara akan turun perlahan, menjadi anugerah yang tak kasat mata.
Tradisi Jawa yang Masih Melekat
Bagi masyarakat sekitar, Puhsarang bukan sekadar tempat ziarah Katolik, tetapi juga ruang perjumpaan budaya dan spiritualitas Tanah Jawa. Nilai-nilai lokal seperti andhap asor (rendah hati) dan eling lan waspada (sadar dan berhati-hati) terasa hidup di sini. Bahkan dalam doa, umat seolah diajak untuk nyawiji—menyatu dengan alam, diri, dan Sang Pencipta.
“Yang datang dengan niat bersih, akan pulang dengan hati baru,” ucap Monica, pengunjung asal Surabaya.
Ketika berdiam di Plaza St. Maria, banyak peziarah mengatakan waktu seakan berhenti. Suara yang mereka dengar hanya surau angin dan detak jantung mereka sendiri. Dalam momen itu, mereka menemukan kembali sesuatu yang sering hilang dalam hidup modern: kesadaran akan keberadaan diri.
Dalam tradisi Jawa, diam bukanlah kekosongan. Diam adalah pamedar rasa—pembuka jalan menuju pemahaman yang lebih dalam antara manusia dan semesta. Maka tak heran jika banyak peziarah yang datang tanpa permintaan apa pun. Mereka hanya ingin duduk, merenung, menyelaraskan napas dengan alam, dan membiarkan doa muncul dengan sendirinya.
Budaya Tanah Jawa masih memiliki kaitan yang lekat di Puhsarang. Hal ini dikarenakan Kompleks Puhsarang dibangun dengan begitu detil oleh sentuhan arsitektur Majapahit menghadirkan punden berundak dan candi Jawa, berpadu dengan batu-bata merah sebagai simbolisme lokal. Di sinilah inkulturasi iman menjadi nyata dan berbaur dengan nilai-nilai luhur masyarakat setempat. Membawa makna Gereja yang hidup dan berakar dalam budaya Nusantara.
Menemui Tuhan dalam Hening
Di Plaza Santa Maria ini, doa tidak selalu terucap. Di tempat ini, Tuhan terasa dekat — di antara dedaunan, berbicara melalui keheningan yang hidup yang membuat manusia perlahan menundukkan egonya dan mulai mendengarkan. Plaza Santa Maria, bagian paling menenangkan dari kompleks Puhsarang, sering digambarkan sebagai ruang di mana alam berdoa bersama manusia.
“Begitu selesai berdoa di Gua Maria Lourdes Puhsarang, saya pasti akan duduk di sini. Rasanya tenang. Kadang saya bisa menangis, kayak beban di pikiran bisa lepas,” jelas Yohanes, pengunjung asal Yogyakarta.
Ketika malam turun, suasana Plaza berubah menjadi ruang kontemplatif. Lilin-lilin berderet di sepanjang jalan, dan bayangan patung Bunda Maria memantul lembut di kolam air. Banyak yang memilih duduk diam berjam-jam di sana—tanpa suara, tanpa gangguan menyatu dengan keheningan. Di sinilah, setiap napas menjadi doa, setiap detik menjadi perenungan.
Dengan tingginya toleransi budaya yang dijaga, membuat Gereja Puhsarang resmi ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 13 Agustus 2024, mencakup kategori cagar budaya: benda, situs, struktur, bangunan, dan kawasan.
Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana mengungkapkan bahwa ada banyak situs-situs penting di Kabupaten Kediri. Beliau akan mendukung 100% pengembangan infrastruktur. “Ke depan kami juga akan mendorong pariwisata di Kabupaten Kediri dan menguatkan tagline Kediri Berbudaya,” kata dia.
Kini, Puhsarang kembali menjadi magnet bagi wisatawan spiritual yang mencari ketenangan batin di tengah dunia yang serba cepat. Terlebih dengan hadirnya Dhoho International Airport di Kediri, perjalanan menuju Puhsarang kini jauh lebih mudah. Dari bandara, hanya dibutuhkan sekitar 40 menit perjalanan darat untuk mencapai kompleks ziarah yang legendaris ini. (ibs)









