INDOPOSCO.ID – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menceritakan besarnya potensi bluefood Indonesia untuk mendukung program ketahanan pangan dunia, saat menjadi pembicara dalam kuliah umum mengenai transformasi tata kelola maritim di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta, Jumat (7/11/2025).
Blue food yang bersumber dari hasil perikanan tangkap dan budidaya di Indonesia jumlahnya tak kurang dari 24 juta ton setiap tahun, termasuk rumput laut. Pihaknya menargetkan peningkatan volume produksi, khususnya dari perikanan budidaya demi menjaga keberlanjutan populasi perikanan di alam.
Saat ini volume produksi perikanan budidaya di rata-rata 5,6 juta ton per tahun. Padahal Indonesia memiliki potensi lahan budidaya di darat, laut, dan pesisir yang jumlahnya hampir 18 juta hektare, dengan pemanfaatan saat baru di angka 1,2 juta hekater atau 6,8 persen.
“Budidaya itu masa depan, dan kami telah mengembangkan modeling-modeling budidaya modern sejumlah komoditas, salah satunya nila salin di Karawang. Keberhasilan di Karawang kami bawa ke skala yang lebih besar yaitu dalam bentuk program revitalisasi tambak untuk budidaya nila salin, yang tahap awal pembangunan luasnya mencapai 20 ribu hektare di Jawa Barat,” ungkap Menteri Trenggono.
Konsep pembangunan revitalisasi tambak di Pantura Jawa tidak hanya fokus pada produksi, tapi dibarengi dengan pengembangan kawasan ekosistem mangrove sebagai penyangga lingkungan secara alami. Selain pengembangan kawasan mangrove, tambak-tambak revitalisasi juga dilengkapi dengan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL).
“Pengelolaan budidaya yang baik terbaik harus dikelola limbahnya dengan benar. Dan pengelolaan limbah ini tidak hanya di budidaya, termasuk di kawasan permukiman kampung nelayan. Untuk ini kami juga siapkan program Kampung Nelayan Merah Putih,” ungkapnya.
Program revitalisasi 20 ribu hektare tambak di Jabar diproyeksikan menghasilkan sekitar 1,56 juta ton nila salin per tahun, yang akan berkontribusi menambah jumlah hasil perikanan budidaya nasional. Besarnya hasil produksi berkat penerapan cara budidaya ikan yang baik, dan teknologi produksi modern sehingga produktivitas meningkat menjadi 130 ton/hektare lahan produksi/siklus dari yang semula 0,6 ton per hektare per tahun.
Mengenai pasar Menteri Trenggono tidak khawatir karena kebutuhan protein dunia terus meningkat setiap tahun, termasuk yang berasal dari produk perikanan. Timur Tengah merupakan pasar potensial karena masyarakatnya menggemari ikan nila, serta banyak warga negara Indonesia yang berada di sana untuk bekerja, sekolah, maupun beribadah.
Sebagai informasi, FAO menyebut populasi dunia diperkirakan akan tumbuh lebih dari 30 persen hingga tahun 2050 sehingga diprediksi bahwa kebutuhan protein dunia akan meningkat hingga 70 persen. Sedangkan proyeksi nilai pangan biru (blue food) pada 2030 sebesar USD 419,09 miliar. (ney)









