INDOPOSCO.ID – Lebih dari 250 pakar kardiologi dari 14 negara berkumpul di Jakarta dalam ajang Indonesian Society of Interventional Cardiology Annual Meeting (ISICAM) 2025, yang digelar pada 5–8 November 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Forum ilmiah terbesar di bidang intervensi jantung di Indonesia ini mengusung tema “Back to Fundamentals Kembali ke Fondasi, Maju dengan Inovasi”, menekankan pentingnya penguasaan dasar ilmiah untuk menopang kemajuan teknologi dalam intervensi kardiovaskular.
Ketua Umum Perhimpunan Intervensi Kardiologi Indonesia (PIKI), dr. Sodiqur Rifqi, Sp.JP, menyampaikan bahwa ISICAM bukan hanya forum ilmiah, tetapi juga wadah strategis untuk memperkuat jejaring antarprofesional medis.
“ISICAM adalah acara tahunan edukatif yang juga penting sebagai ajang networking bagi para dokter spesialis jantung dan pembuluh darah,” ujarnya. “Kami ingin menegaskan bahwa inovasi harus berpijak pada fondasi ilmiah yang kuat, agar setiap terapi yang dilakukan presisi, aman, dan efektif.”
Peserta Meningkat, Melibatkan Perawat dan Tenaga Kesehatan Lain
Menurut dr. Sodiqur, jumlah peserta ISICAM terus meningkat setiap tahun seiring bertambahnya jumlah dokter jantung intervensi dan fasilitas pelayanan jantung di Indonesia. Tahun ini, lebih dari 1.700 peserta berpartisipasi mencakup dokter spesialis, fellow, perawat, teknisi kardiovaskular, dan radiografer.
“Kami melibatkan banyak perawat karena dokter tidak bisa bekerja tanpa dukungan tenaga keperawatan yang terampil. Keterampilan mereka juga harus terus diperbarui setiap tahun,” tambahnya.
Ketua Panitia ISICAM 2025, dr. Dasdo Antonius Sinaga, Sp.JP, menegaskan bahwa kegiatan ini berfokus pada peningkatan kompetensi praktis melalui berbagai sesi ilmiah, workshop, dan demonstrasi tindakan langsung (live demonstration).
Tahun ini, terdapat 17 live demonstrations yang dilakukan bersama rumah sakit luar negeri seperti Nanjing First Hospital (China) dan National Heart Centre Singapore, serta enam rumah sakit besar di Indonesia, termasuk RS Jantung Harapan Kita dan RSUP Fatmawati.
Sesi Ilmiah Bertema Spesifik: “Track” untuk Dokter
Ketua Komite Saintifik ISICAM 2025, dr. Arwin Saleh Mangkuanom, Sp.JP, menjelaskan bahwa tahun ini pihaknya memperkenalkan sistem track tematik agar peserta bisa memilih fokus pembelajaran sesuai minat mereka.
“Hari pertama difokuskan untuk coronary imaging dan fisiologi, hari kedua tentang bifurkasi dan left main, dan hari ketiga untuk kasus kompleks seperti CTO. Jadi peserta bisa memilih topik sesuai kebutuhan mereka,” jelasnya.
Langkah ini dinilai mempermudah dokter dalam mengikuti rangkaian materi yang padat tanpa kehilangan fokus.
PIKI: Mencetak Dokter Intervensi Bertaraf Internasional
Dalam kesempatan tersebut, dr. Sodiqur juga menjelaskan peran PIKI sebagai organisasi profesi di bawah PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) yang menaungi dokter spesialis jantung intervensi di Indonesia.
Untuk menjadi anggota, seorang dokter jantung harus menjalani program fellowship selama satu tahun di ruang kateterisasi guna memperoleh keterampilan dasar, sebelum dapat melanjutkan ke tahap intermediate dan advanced training.
“Kami ingin memastikan bahwa dokter jantung intervensi Indonesia memiliki kompetensi global, beretika, dan mampu memberikan pelayanan berstandar internasional,” tegasnya.
PIKI juga terus memperluas pendidikan melalui program EURO-PCR Fellow Course dan distance learning (pembelajaran daring) yang rutin menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri, terutama sejak masa pandemi COVID-19.
“Kegiatan distance learning ini tetap kami lanjutkan agar para dokter di seluruh Indonesia bisa terus belajar dari mana saja,” ujar dr. Arwin.
Kolaborasi Global untuk Inovasi Lokal
Menjawab pertanyaan media terkait efektivitas kolaborasi dengan ahli luar negeri, dr. Sodiqur menilai kerja sama internasional sangat penting untuk mempercepat adaptasi teknologi medis di Indonesia.
“Kolaborasi ini bukan sekadar bertukar pengetahuan, tapi untuk memastikan pasien Indonesia bisa mendapat terapi jantung dengan teknologi dan standar keselamatan terbaik,” katanya.
Ia menambahkan bahwa tantangan terbesar di bidang jantung saat ini adalah meningkatnya kasus penyakit jantung koroner, dipicu oleh pola hidup tidak sehat, seperti konsumsi makanan tinggi lemak, merokok, dan kurang aktivitas fisik.
“Kebiasaan seperti makan gorengan sambil merokok masih umum di masyarakat kita. Padahal faktor-faktor itu sangat berisiko,” ujarnya.
Menurutnya, kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam pengobatan penyakit jantung.
“Kalau dulu pasien harus operasi besar, kini banyak tindakan bisa dilakukan tanpa pembedahan terbuka, cukup dengan kateter. Ini kemajuan besar dalam dunia intervensi,” jelasnya.
Menjaga Etika dan Mutu Layanan
Selain fokus pada pendidikan dan inovasi, PIKI juga berkomitmen menjaga standar etik profesi.
“Kami ibaratnya seperti sekolah pengemudi. Kami melatih agar semua bisa mengemudi dengan baik, tapi juga memastikan tidak ada yang ‘mabuk di jalan’ artinya kami membina kompetensi sekaligus menjaga etika profesi,” ujar dr. Sodiqur menegaskan.
Ia menutup dengan harapan agar hasil pembinaan ini dapat dimanfaatkan maksimal oleh pemerintah, BPJS, dan masyarakat.
“Kami menyiapkan tenaga yang kompeten dan beretika. Selanjutnya, dukungan dari pemerintah dan masyarakat sangat penting agar layanan jantung berteknologi tinggi bisa diakses secara merata,” pungkasnya. (srv)









