INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi XIII DPR RI Iman Sukri mendesak Komnas HAM dan Polri untuk segera mengusut dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap anak buah kapal KM Mitra Usaha Semesta (KM MUS) dan Run Zeng 03.
“Kasus ini sangat memprihatinkan karena terdapat indikasi kuat terjadinya perbudakan modern di laut yang menimpa pekerja Indonesia di sektor perikanan. Negara tidak boleh diam melihat rakyatnya dieksploitasi di wilayah kerja yang mestinya dilindungi oleh hukum nasional,” kata Iman dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini menduga munculnya kasus ini karena proses rekrutmen ABK yang tidak transparan sehingga para pekerja tidak mengetahui kondisi kerja, hak, maupun kewajibannya secara jelas sebelum berangkat.
Selain itu, kontrak kerja yang tidak adil membuat pekerja terikat pada situasi kerja yang tidak manusiawi dan sulit untuk keluar dari pekerjaan.
Terlebih, ada pula pemotongan gaji secara sepihak sehingga para ABK tidak menerima upah layak dan akhirnya terjebak dalam siklus utang.
“Menurut saya, ini sudah mengarah pada praktik perdagangan orang karena pekerja diperlakukan tidak manusiawi dan kehilangan kebebasannya,” ujarnya.
Ia menilai, dibutuhkan langkah cepat dan menyeluruh dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
Legislator dari komisi DPR RI yang membidangi reformasi regulasi dan hak asasi manusia itu pun meminta Komnas HAM segera melakukan penyelidikan independen untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM dalam kasus ini.
Selain itu, ia mendesak Polri dan Kejaksaan agar menuntaskan proses hukum terhadap seluruh pihak yang terlibat, termasuk perusahaan perekrut, pemilik kapal, dan operator perikanan yang diduga terlibat dalam rantai eksploitasi.
“Negara tidak boleh membiarkan laut menjadi ruang tanpa hukum. Jika kita abai, maka praktik perdagangan manusia akan terus hidup di industri perikanan,” katanya.
Lebih lanjut, Iman juga menyoroti perlunya pembenahan sistemik dengan mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat pengawasan terhadap mekanisme penempatan awak kapal perikanan (AKP) dan memastikan kontrak kerja berjalan adil serta transparan.
Ia juga mengajak media, masyarakat sipil, dan lembaga penegak hukum untuk terus mengawal perkembangan kasus ini agar keadilan bagi korban dapat terwujud.
“Perlindungan terhadap pekerja perikanan bukan hanya soal kesejahteraan, tetapi juga soal kemanusiaan dan kedaulatan hukum bangsa,” katanya.
Sebelumnya, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mendatangi Kantor Komnas HAM di Jakarta untuk mengadukan kasus dugaan TPPO yang melibatkan dua kapal perikanan, yaitu KM MUS dan Run Zheng 03.
Legal Officer DFW Indonesia Siti Wahyatun mengatakan, pihaknya melapor ke Komnas HAM karena proses penyidikan oleh kepolisian tidak berprogres. Padahal, penyidikan kasus itu berlangsung sejak setahun lalu.
“Kami menilai bahwa tidak ada keseriusan negara dalam memberantas TPPO, khususnya dalam sektor perikanan, termasuk untuk melindungi pekerjanya dari eksploitasi,” katanya. (ney)









