INDOPOSCO.ID – Gelombang baru hemat cermat tengah melanda masyarakat kelas menengah Indonesia. Dalam tiga bulan terakhir, kelompok yang selama ini jadi penggerak utama konsumsi nasional mulai “mengencangkan ikat pinggang” dan mengubah cara belanjanya.
Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti Lembaga Survei KedaiKOPI, Ashma Nur Afifah dalam survei terbaru Lembaga Survei KedaiKOPI bertajuk “Perilaku Konsumsi & Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah” yang dirilis pada ulang tahun ke-11 lembaga tersebut di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Survei yang dilakukan pada 14–19 Oktober 2025 terhadap 932 responden itu menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga kelas menengah meningkat dalam tiga bulan terakhir. Namun, peningkatan itu bukan karena konsumsi gaya hidup, melainkan kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Satu kalimat yang menggambarkan perubahan paling mencolok dengan konsumsi kelas menengah adalah fokus ke kebutuhan pokok,” ujar Ashma.
Menurut Ashma, tiga dari lima responden mengaku pengeluarannya naik, membuat anggaran untuk makanan dan pendidikan melebar, sementara pos untuk fesyen, kuliner, dan rekreasi justru menyusut.
Tak hanya itu, tekanan harga pangan dan biaya transportasi membuat daya beli kelas menengah semakin ketat. “Harga pangan yang meningkat, terus transportasi ini berpengaruh ke perubahan perilaku sementara secara kapasitas bayarnya makin tidak stabil,” jelas Ashma.
Di sisi lain, masyarakat kini makin cermat. Sebanyak 94,5 persen responden rutin membandingkan harga antara toko offline dan online, terutama untuk produk fesyen dan kosmetik. E-commerce dan pasar tradisional pun menjadi pelarian baru dari tekanan harga.
“Tekanan dompet ini menjadi faktor utama, karena sejauh ini masyarakat ingin lebih murah jadi pasti membandingkan,” ujarnya.
Meski pusat perbelanjaan tetap ramai, suasananya berubah. Tiga dari lima responden mengakui jika dirinya sebagai “rohana” alias rombngan hanya nanya atau “rojali” alias rombongan jarang beli, dimana mereka jalan-jalan di mal hanya untuk melihat-lihat tanpa berbelanja.
“Pada akhirnya, mal berubah fungsi dari tempat purchasing (membeli) ke tempat untuk mencoba barang,” tambahnya. (her)









