• Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Koran
indoposco.id
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
Lihat Semua
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
Lihat Semua
indoposco.id
No Result
Lihat Semua
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
  • Koran
Home Nasional

Pakar: Mahasiswa Jadi Kelompok dengan Tekanan Mental Tertinggi

Folber Siallagan Editor Folber Siallagan
Sabtu, 11 Oktober 2025 - 03:30
in Nasional
mental

Pakar neurosains dari UIN Sunan Kalijaga Sabiqotul Husna (kiri) menyampaikan materi tentang kesehatan mental dalam talkshow "Speak Up for Mental Health: Mengenali Tanda, Menghapus Stigma" di Yogyakarta, Jumat (10/10/2025). ANTARA/Indra Kurniawan.

Share on FacebookShare on Twitter

INDOPOSCO.ID – Pakar neurosains Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Sabiqotul Husna menyebut mahasiswa menjadi kelompok dengan tekanan mental tertinggi karena tuntutan akademik, sosial, dan keluarga tanpa diimbangi kesehatan fisik dan mental.

“Kalau kita lihat, salah satu kelompok yang pressurenya paling tinggi itu mahasiswa. Pressure dari mungkin akademik, lingkungan pertemanan, lingkungan keluarga,” ujar Sabiqotul Husna dalam diskusi bertajuk “Speak Up for Mental Health: Mengenali Tanda, Menghapus Stigma” di Yogyakarta, Jumat.

BacaJuga:

Pemerintah Dorong Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk Tingkatkan Daya Saing Usaha

Amran Klaim Harga Beras Sudah di Bawah HET, Namun 50 Kabupaten/Kota Belum Stabil

AirNav Mitigasi Gangguan Penerbangan Akibat Cuaca Ekstrem Akhir Tahun

Menurut dia, kesehatan mental dan fisik bersifat saling memengaruhi atau resiprokal, sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan dalam menjaga kesejahteraan individu.

“Dua kesehatan itu tidak bisa terpisahkan. Artinya, suatu ketika orang bisa terdampak kesehatan fisiknya jika dalam durasi waktu yang panjang dia telah mengalami kondisi mental yang tidak baik,” jelasnya.

Sabiqotul menilai pemahaman mengenai produktivitas yang kerap keliru di kalangan mahasiswa juga perlu diluruskan.

Ia menegaskan bahwa produktivitas bukan berarti bekerja tanpa henti atau mengabaikan waktu istirahat.

“Apakah kerja seperti kuda setiap hari itu produktif? Kerja 24 jam sehari, belajar dari pagi sampai tengah malam tanpa istirahat? Produktivitas sebenarnya adalah keseimbangan antara apa yang kita hasilkan dan kita dapatkan,” tutur dia.

Dari perspektif neurosains, ia menjelaskan kondisi mental yang tidak baik dapat memicu gangguan kesehatan fisik, termasuk penyakit autoimun.

Hal itu terjadi lantaran sistem tubuh akan terus memproduksi hormon stres saat seseorang berada dalam tekanan dalam waktu lama.

“Kelenjar dalam tubuh akan teraktivasi kalau kita stres atau cemas. Ketika tidak mendapatkan kesempatan untuk mengelola apa yang kita rasakan dalam waktu cukup lama, maka akan ada inflamasi karena hormon-hormon stres di dalam tubuh terus diproduksi,” ucap dia.

Dia menyebut setidaknya ada empat tanda yang bisa dikenali ketika kesehatan mental seseorang mulai memburuk, yaitu dominasi emosi negatif, penurunan kemampuan kognitif, berkurangnya minat merawat diri, serta kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial.

“Isolasi diri itu salah satu ‘silent killer’ atau pembunuh diam-diam bagi kesehatan mental. Karena ketika kita sendirian, apalagi dalam posisi mental yang tidak baik-baik saja, hormon stres juga tetap keluar selama tidak ada kehadiran orang lain,” terangnya.

Menurut dia, kehadiran orang lain dan koneksi sosial yang positif sangat penting untuk membantu memperbaiki kondisi mental seseorang.

Menanggapi maraknya fenomena “self-diagnosis” di kalangan muda, Sabiqotul membedakan secara tegas antara “self-care” dan “self-diagnosis”.

“Perasaan sedih, semangatnya turun, itu manusiawi. Tapi untuk melabeli diri dengan istilah tertentu atau diagnosis, itu seharusnya ranah ahli,” ujarnya.

Ia juga mengkritisi fenomena romantisasi penyakit mental di media sosial yang membuat kondisi tersebut seolah menjadi hal yang indah atau istimewa.

Karena itu, Sabiqotul mengimbau agar siapa pun tidak menunggu hingga kondisi memburuk sebelum mencari bantuan profesional.

“Jangan tunggu sampai parah. Ketika sudah ada tanda-tanda seperti emosi tidak stabil, kognisi menurun, atau menarik diri dari sosial, tidak ada salahnya menemui psikolog atau psikiater,” kata dia. (bro)

Tags: mahasiswamentalpakar
Berita Sebelumnya

Bayi Dugong Kali Pertama Terekam di Pantai Mali NTT

Berita Berikutnya

Marak Keracunan MBG, Pemprov Jateng Buka ‘Hotline’ Adus

Berita Terkait.

umkm
Nasional

Pemerintah Dorong Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk Tingkatkan Daya Saing Usaha

Jumat, 14 November 2025 - 11:17
beras
Nasional

Amran Klaim Harga Beras Sudah di Bawah HET, Namun 50 Kabupaten/Kota Belum Stabil

Jumat, 14 November 2025 - 10:47
airnav
Nasional

AirNav Mitigasi Gangguan Penerbangan Akibat Cuaca Ekstrem Akhir Tahun

Jumat, 14 November 2025 - 06:06
yusuf
Nasional

Mensos Sebut Pentingnya Pendidikan yang Lebih Ramah Disabilitas

Jumat, 14 November 2025 - 05:50
teddy
Nasional

Seskab Teddy: Kebijakan Tepat Harus Berdasarkan Data Akurat

Jumat, 14 November 2025 - 04:44
bansos
Nasional

Bansos – Subsidi Rp500 Triliun Belum Sepenuhnya Tepat Sasaran

Jumat, 14 November 2025 - 03:03
Berita Berikutnya
adus

Marak Keracunan MBG, Pemprov Jateng Buka 'Hotline' Adus

BERITA POPULER

  • Survei: 76,2 Persen Masyarakat Percaya terhadap Polri

    Survei: 76,2 Persen Masyarakat Percaya terhadap Polri

    3689 shares
    Share 1476 Tweet 922
  • Antusiasme Melonjak, JAECOO Serahkan Unit Perdana SUV Listrik J5 EV ke Konsumen di Seluruh Indonesia

    2750 shares
    Share 1100 Tweet 688
  • Gagalkan Aksi Curanmor di Cakung, Hansip Alami Luka Tembak di Perut

    713 shares
    Share 285 Tweet 178
  • PGN Raih Penghargaan Subroto 2025, Dukung Ketahanan dan Swasembada Energi Nasional

    673 shares
    Share 269 Tweet 168
  • Hansip yang Gagalkan Curanmor di Cakung Meninggal Dunia Usai Tertembak

    668 shares
    Share 267 Tweet 167
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Wartawan
  • Sertifikat Dewan Pers

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.

No Result
Lihat Semua
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.