• Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Koran
indoposco.id
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks
No Result
View All Result
indoposco.id
No Result
View All Result
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
  • Koran
Home Disway

Ayat-ayat AI

Juni Armanto by Juni Armanto
Senin, 6 Oktober 2025 - 08:00
in Disway
disway

disway

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

INDOPOSCO.ID – Artificial intelligence (AI) tidak beriman. Padahal inti dakwah itu untuk meningkatkan iman. Bagaimana bisa barang yang tidak beriman meningkatkan iman.

Itulah salah satu perdebatan dalam kompetisi bahasa Mandarin antar santri di Atrium Tunjungan Plaza 6 Surabaya Jumat-Sabtu-Minggu kemarin.

“Topik ini terlalu berat,” ujar seorang pengunjung. Tionghoa. Kristen. “Mungkin berat untuk kita. Sudah terlalu tua,” kata saya setengah membela ide itu.

Sedang mereka masih muda. Status mereka masih santri. Debat antar santri harus membawa topik yang cocok untuk masa depan. Bukan masa lalu.

Kata ”santri” sendiri dipilih agar cakupannya lebih luas.

Ternyata benar. Debat ini tidak hanya diikuti oleh santri dari pondok pesantren. Ada pula tim dari SMA Tionghoa, Xin Zhong, Surabaya. Ternyata ada santri yang sekolah di Xinzhong. Rupanya Xinzhong sengaja mengirim siswa yang beragama Islam.

Cucu pertama saya sebenarnya ingin masuk SMA Xin Zhong. Itu setelah dia gagal berangkat ke SMA di Hangzhou gara-gara Covid-19. Dia mundur karena ada aturan di Xin Zhong: waktu di sekolah tidak boleh mengenakan simbol agama apa pun. Termasuk kalung salib bagi yang Kristen maupun jilbab bagi yang Islam. Sedang peserta debat dari Xin Zhong ini mengenakan jilbab karena di luar sekolah.

Pun dari Unesa ”dulu IKIP” Surabaya. Juga Unes ”dulu IKIP” Semarang dan UM “dulu IKIP” Malang. Mereka bisa kirim peserta. Santri yang dari Unesa mengalahkan tim santri dari pesantren Al Majidiyah, Pamekasan, Madura. Di semifinal. Nilainya hanya selisih 0,2.

Di final tadi malam mereka berhadapan dengan tim lain dari Al Majidiyah –yang di semifinal mengalahkan tim santri dari Unes, Semarang. Ketika naskah ini saya tulis finalnya sedang berlangsung.

Al Majidiyah tergolong baru dibanding pesantren lain di Madura seperti Banyuanyar dan Bata-bata. Tapi mereka masih satu rumpun keluarga –semua keturunan almarhum Kiai Majid. Santrinya sekitar 4.000 orang –bandingkan dengan dua terdahulu yang masing-masing sekitar 10.000.

Tema Dakwah di era AI ini masih dirinci. Tiap debat membicarakan subtema. Misalnya AI meningkatkan atau menggerus peran ulama.

Salah satu tim secara tegas mengatakan peran ulama sangat tergerus di era AI. Ada juga yang berpendapat ulama tidak bisa tergantikan.

Salah satu tim dari Al Majidiyah mengutip ayat Quran. Lalu mereka terjemahkan dalam bahasa Mandarin. “Bertanyalah kepada ahli zikir jika kalian tidak mengetahui”.

“Tidak ada ayat Quran yang mengatakan bertanyalah ke AI bila kalian tidak mengetahui”, ujar tim debat itu. Saya tersenyum sendiri mendengar pendapat jenaka ini.

Maka seru juga perdebatan itu. Utamanya soal  tidak punya hati dan perasaan. “Padahal dakwah harus dengan hati dan empati,” kata mereka.

Subtema lainnya: apakah AI lebih penting dari ulama dalam menerjemahkan/menafsirkan Al Quran. Pendapat antar tim juga tidak sama. Ada yang bilang AI lebih tepat menerjemahkan Al Quran. “Lebih objektif. Tapi bias oleh pandangan politik dan ideologi,” kata mereka.

“Tapi kesalahan tafsir oleh AI lebih berbahaya daripada kesalahan tafsir oleh seorang ulama,” kata yang lain.

Tentu kualitas isi debat tidak masuk dalam penilaian. Yang dinilai adalah kemampuan bahasa Mandarin mereka. Apalagi para juri bukanlah ahli agama. Bahkan tidak ada yang beragama Islam. Para juri adalah guru bahasa Mandarin seperti Peng Zexiang, Hong Liping, Elisa Christiana, Catherina Kijanto, dan Budi Wijaya. Moderator debat, Novi Basuki, memang alumnus pesantren, tapi moderator satunya, Andre So, seorang peramal lulusan Taiwan juga salah satu pimpinan ITC Centre yang sering berkunjung ke berbagai pesantren.

“Bahasa Mandarin mereka ngeri,” ujar Andre So sebelum naik panggung. “Anak-anak pesantren itu luar biasa,” katanya.

Pun Kuasa Usaha Sementara Konsul Jenderal Tiongkok di Surabaya Tan Dayou tidak menyangka kualitas bahasa Mandarin para santri itu begitu tinggi.

Sebagian mereka sudah sering mengikuti lomba pidato bahasa Mandarin di Tiongkok. Misalnya Lukmanul Hakim dari Al Majidiyah. Ia pernah ikut lomba pidato di Yunnan. Lalu tur ke Beijing.

Lomba ini diamati juga oleh Mario Agustian Lasut. Ia pemilik PT BRCC Perkasa Indonesia. Perusahaan itu ditunjuk sebagai perwakilan BRCC di Indonesia Belt Road Cultural Centre yang berpusat di Guangzhou.

BRCC punya sayap di 26 negara yang jadi anggota jaringan Belt Road Inisiatif yang didirikan Presiden Xi Jinping.

“Sampai hari ini kami sudah mengirim mahasiswa ke Tiongkok sebanyak 700 orang,” ujar Mario.

Mirip dengan yang dilakukan ITC Centre, Mario mendapatkan sumber beasiswa dari Tiongkok. Kalau ITC Centre langsung dari sembilan universitas di sana, BRCC Perkasa mendapat dukungan dana dari BRCC pusat.

“Dari 26 negara, yang terbanyak mengirim mahasiswa ke Tiongkok adalah dari Bangladesh. Lalu dari Pakistan, Nigeria, dan Brazil,” ujar Mario.

Mario punya ”dendam” pribadi. Ia selalu dapat beasiswa ke luar negeri tapi setiap kali pula gagal lulus. Waktu dapat beasiswa ke Seattle, Amerika, Mario hanya tiga bulan di sana. Harus pulang. Ayahnya sakit stroke dan jantung. Akhirnya Mario lulus dari Trisaksi, Jakarta.

Sampai hari ini masih terasa kontras: para santriwati berjilbab berdebat dalam bahasa Mandarin. Pun para santri laki-laki. Pakai sarung dan topi haji. Atau songkok. Berdebat dalam bahasa Arab sudah biasa. Kali ini debat dalam Mandarin.

Bisa dibayangkan sepuluh tahun lagi: mereka sudah akan bisa bertengkar pakai bahasa Mandarin. (DAHLAN ISKAN)

Tags: disway
Previous Post

Gempa Bumi Guncang Kolaka Timur, BMKG: Pusat Episenter di Kedalaman 7 Km

Next Post

Hasil Lengkap Liga Inggris: Liverpool Tersandung, Empat Rival Berpesta

Related Posts

disway
Disway

Asgar Underground

Sabtu, 8 November 2025 - 08:00
disway
Disway

Cium Kaki

Jumat, 7 November 2025 - 08:00
disway senin
Disway

Hati Robot

Kamis, 6 November 2025 - 08:00
disway
Disway

Hati Hitam

Rabu, 5 November 2025 - 08:00
disway
Disway

Ahlan Zohran

Selasa, 4 November 2025 - 08:00
disway-kamis
Disway

Hati Separo

Senin, 3 November 2025 - 08:00
Next Post
liverpol-jatoh

Hasil Lengkap Liga Inggris: Liverpool Tersandung, Empat Rival Berpesta

BERITA POPULER

  • pemain-liverpool

    Liverpool vs Real Madrid: The Reds Diuntungkan Statistik, Tapi…

    684 shares
    Share 274 Tweet 171
  • Persijap vs Malut United: Lini Belakang Bermasalah, Laskar Kalinyamat Harus Dispilin

    675 shares
    Share 270 Tweet 169
  • Hasil Liga Champions: Liverpool-Bayern Menang Tipis, Arsenal-Tottenham Berpesta

    672 shares
    Share 269 Tweet 168
  • Gagalkan Aksi Curanmor di Cakung, Hansip Alami Luka Tembak di Perut

    666 shares
    Share 266 Tweet 167
  • Peserta TKA Siaran Langsung di Medsos, Kemendikdasmen: Sudah Ditindak Pengawas

    664 shares
    Share 266 Tweet 166
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Wartawan
  • Sertifikat Dewan Pers

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Gaya Hidup
  • Multimedia
    • Fotografi
    • Video
  • Disway
  • Koran
  • Indeks

© - & DESIGN BY INDOPOSCO.ID.